Connect with us

Ketik yang Anda cari

Olahraga & Kesehatan

Taklukkan Bima dengan Sepeda (2)

Berpose dengan Walikota Bima

HARI pertama bersepeda dengan komunitas BBL, rasanya asyik. Ramai dan penuh canda. Apalagi di antaranya ada yang sudah saya kenal dengan baik. Jadi tidak heran jika kami cepat akrab. Bahkan sebagian besar lainnya, sudah mengenal nama, tetapi baru bertemu langsung. Ada yang lewat facebook, bahkan sudah kerap diskusi di BBM. Saat itu juga untuk pertama kali berkenalan dengan para pengurus BBL, termasuk ketua, drg Budi Prabowo.

 

Rute pertama yang saya ikuti, jalur dalam kota. Dari markas 2, demikian kami menyebut tempat berkumpul sekitar pukul 05.30 Wita, di depan kediaman ketua. Kami baru start sekitar pukul 06.00 Wita, setelah semua anggota BBL berkumpul. Kami mengambil rute arah timur. Di situ juga baru saya tahu bahwa setiap rute yang akan dilalui pada minggu itu, sudah dilakukan survai oleh salah seorang anggota. Rute kemudian dilaporkan dan didiskusikan bersama-sama dengan anggota lain.

Ke arah timur melewati Jalan Soekarno-Hatta, baru belok kiri sebelah timur kantor Walikota Bima, tembus jalan Gajah Mada. Saya sempat ngos-ngosan ketika menanjak di bukit kecil Panatoi, dekat kantor PWI Perwakilan Bima. Jujur, saya belum paham bagaimana posisi gigi yang pas untuk jalan menanjak. Saya memaksakan mengayuh sepeda dengan gigi yang sama seperti saat saya start dan melaju di jalan datar. Di situ tenaga saja mulai terkuras.

Di Jalan Gajah Mada, kami belok ke arah kanan, iring-iringan sekitar 30 sepeda itu terlihat asyik dan menyenangkan. Lelah saat menanjak tadi, sejenak terlupakan. Semangat timbul kembali. Pikir-pikir, malu juga kalau kelihatan kelelahan  oleh anggota lainnya.

Di perempatan SMA 4 Kota Bima, kami memutar ke kiri yaitu arah Kelurahan Rite. Tidak sampai 1 km, kami mengambil jalan ke kiri, untuk kemudian menyusuri jalan rata ke arah Kelurahan Jatiwangi. Sebelum sampai di Datuk Dibanta, kami sempat diuji lagi dengan jalan sedikit menanjak. Kondisinya lebih tajam dibandingkan dengan tanjakan pertama di bukit Penatoi. Banyak anggota BBL yang terpaksa geret sepeda, termasuk saya. Saat oper gigi, saya gagal karena tidak melalui prosedur yang benar. Malu juga, tetapi mau bilang apa, karena memang pengalaman bersepeda apalagi jenis MTB, baru beberapa hari.

Tiba di Jalan Datuk Dibanta, kami memilih belok ke kiri, menuju kota. Awalnya saya berpikir rute akan terus ikuti jalan itu sampai masuk kota. Ternyata rombongan mengambil jalan belok kanan di Gudang Dolog dan memutar ke kanan lagi di perumahan Tolo Tando. Jujur, saya rasanya sudah tidak kuat. Persendian lutut saya rasanya pegal sekali. Untuk mengeluh rasanya malu. Tetapi dengan sekuat tenaga terus mengayuh sepeda sebelum akhirnya balik kota. Kami kembali depan Paruga Nae sebelum akhirnya kami berpisah dan kembali ke rumah masing-masing.

Minggu berikutnya agak spesial. Saat itu bertepatan dengan pencanangan hari pertama Car Free Day (CFD), Minggu, 4 Desember 2011. Hari itu, kami memutar ke arah timur menuju Kumbe, memutar ke selatan. Di sini ada tantangan tersendiri, jalan di pinggiran bukit menuju Sambi Nae, tentu saja tidak rata. Setelah melewati jembatan Kumbe, kami ditunggu jalan menanjak yang lumayan terjal. Saya berhasil melewati tanjakan walau sempat ada masalah dengan operan gigi sepeda yang masih belum juga familiar dengan saya. Sepanjang jalan dari Kumbe sampai jembatan Rontu, lumaya juga tantangannya. Ada naik, ada turun. Tetapi ada sedikit masalah yaitu dengan banyaknya material dari bukit yang dihanyutkan luapan air hujan di sisi utara bukit sehingga menutup sejumlah badan jalan. Hampir seluruh anggota bisa melewati rute ini, sebelum akhirnya kami bergabung dengan acara pencanangan pembukaan CFD di Paruga Nae yang dilakukan oleh Walikota Bima, H.M. Qurais H. Abidin.

Ada acara hiburan di tempat itu. Jalan pun ditutup dari pertigaan Cabang Malake hingga Cabang Taman Ria sejak pukul 06.00-09.00 Wita. Selain acara hiburan dan berbagai acara lain yang digelar Pemkot untuk memeriahkan acara pencanangan CFD, juga puluhan pedagang makanan yang menyediakan aneka menu untuk sarapan, ikut meramaikan CFD. Kami bersama rombongan juga sarapan bubur ayam di tempat itu. Anggota BBL yang memarkir sepeda secara mencolok dengan jumlah yang lumayan banyak, menarik perhatian masyarakat, termasuk Walikota Bima. Anggota dan ketua BBL sempat foto bersama Walikota Bima, sebelum akhirnya kami membubarkan diri.

Minggu-Minggu berikutnya, kami masih menjajal jalan-jalan dalam kota. Hampir semua jalan kita lewati. Karena mulai bosan dengan rute dalam kota, anggota mulai meminta jalur-jalur keluar kota, termasuk ke Pantai Kalaki di Kabupaten Bima. Jaraknya dari Kota Bima sekitar 13 km. Kalau pergi pulang bersepeda, maka total jelajah kami 26 km. Ini sudah lumayan panjang. Sebelum ke Kalaki, kami beberapa kali hanya sampai di perbatasan kota dan Kabupaten Bima di Pantai Niu.

Itulah minggu-minggu pagi yang selalu ditunggu, apalagi bergabung dengan anggota yang memiliki latar belakang berragam. Ada pengusaha, karyawan swasta, Camat, Lurah, juga mahasiswa. Di antara kami sudah mulai familiar. Mungkin karena sering bertemu dan bersepeda bareng, di antara kami pun sudah mulai terjalin keakraban. Ibarat keluarga. Tidak hanya di saat bertemu ketika bersepeda bersama, kami pun sering bersenda gurau melepas lelah karena seharian bekerja, dengan BBM-an di group BBM atau di Facebook. Keakraban terus terjalin. Inilah yang membuat anggota BBL enjoy dan menikmati kebersamaan tersebut. Tidak ada yang merasa besar, tidak ada sekat-sekat, tidak ada beda antaranggota. Demikianlah suasana yang dibangun dalam kebersamaan di komunitas BBL.

Nyaris tanpa konflik. Karena melihat anggota mulai terus bertambah, komunitas ini pun mulai berbenah secara organisasi. Iuran anggota pun mulai dipertimbangkan untuk keperluan jaga-jaga. Rute dalam kota dari ujung ke ujung sudah dijelajahi. Munculah ide untuk memulai rute-rute keluar kota dan rute-rute panjang.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

  ‘’SAYA mau tes daya ingat pak KMA,’’ katanya kepada saya suatu waktu. KMA itu, singkatan nama saya. Belakangan, semakin banyak kawan yang memanggil...

CATATAN KHAS KMA

SAYA belum pernah alami ini: handphone tidak bisa dipakai karena panas. Bukan hanya sekali, Tetapi berkali-kali. Juga, bukan hanya saya, tetapi juga dua kawan...

CATATAN KHAS KMA

CATATAN Khas saya, Khairudin M. Ali ingin menyoroti beberapa video viral yang beredar di media sosial, terkait dengan protokol penanganan Covid-19. Saya agak terusik...

Berita

SEPERTI biasa, pagi ini saya membaca Harian  BimaEkspres (BiMEKS) yang terbit pada Senin, 10 Februari 2020. Sehari setelah perayaan Hari Pers Nasional (HPN). Mengagetkan...

NTB

Mataram, Bimakini.- Wakil Gubernur NTB, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalillah, menaruh perhatian pada penyelenggaraan kegiatan sepeda internasional, Enduro 2020. Pemprov NTB siap mendukung kegiatan...