Connect with us

Ketik yang Anda cari

Olahraga & Kesehatan

Taklukkan Bima dengan Sepeda (5)

Is Fahmin diwawancarai Bima TV

BERHASIL menaklukan Sape, rupanya membuat kami ketagihan. Setelah beberapa minggu dengan rute kota, kami sudah mulai tidak betah. Kami pun merencanakan rute panjang baru. Sasaran kami kali ini, Mada Pangga. Dibandingkan dengan Sape, karakter Mada Pangga tentu saja berbeda. Jalan seluruhnya hampir mendatar, tanpa tantangan. Kami tinggal putar sepeda sepanjang rute.

 

Itu yang ada dalam pikiran kami saat rapat penentuan rute. Segala sesuatu sudah dipersiapkan, jadwal pun, sudah kami tentukan Minggu, 12 Februari 2012. Pagi yang dijadwalkan pun tiba. Kami berkumpul di markas 2. Cuma kali ini, kami tidak sepagi waktu tour pertama ke Sape. Kami baru bergerak meninggalkan Kota Bima sekitar 06.30 Wita. Lebih lambat dari waktu yang kami sepakati, karena harus menunggu anggota yang agak lelet. Seperti tour Sape, persiapannya juga lumayan matang. Dengan kendaraan pendukung, kami mulai bergerak. Diawali dengan kilauan lampu mobil ambulans, kami meninggalkan Kota Bima. Pesertanya lumayan banyak kali ini, lebih 50 orang. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan Tour Sape.

Saya tidak menyangka, Bima TV juga masih tertarik untuk mengambil gambar. Tetapi beda dengan Tour Sape, kali ini tidak menurunkan tim, tetapi hanya seorang produser yang sesungguhnya juga anggota BBL, Sofian Asy’ari. Uniknya kami diwawancarai kadang tidak turun dari sepeda. Sambil mengayuh, kami diwawancarai oleh Sofian yang juga bersepeda. Melihat kehadiran Bima TV, walau tidak mencolok, ternyata membawa motivasi tersendiri bagi peserta Tour Mada Pangga.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Rute yang dipilih adalah kota arah pusat pertokoan, keluar kota lewat Ama Hami sampai Pantai Kalaki. Di sini kami istirahat sejenak untuk sekadar minum dan isi perut dengan makanan ringan. Di sini kami tidak terlampau lama, mengingat perjalanan yang akan ditempuh masih cukup jauh, yaitu Mada Pangga. Kami senagaja mengambil jalan bawah menyisir pantai, dengan pertimbangan menghindari jalan menanjak di jalan potong Panda-Palibelo.

Seperti biasa setelah berfoto-foto sambil di-uppload di BB maupun facebook, perjalanan kami lanjutkan. Pelan tapi pasti, kami sampai juga di tempat pemberhentian berikutnya yaitu depan Bandara Muhammad Salahudian Pali Belo Bima. Di sini kami tidak melakukan apa-apa, tetapi hanya istirahat sejenak sambil foto-foto.

Perjalanan dilanjutkan lagi sampai cabang Talabiu. Rencananya di tempat ini kami akan menaikkan sepeda di atas mobil dan baru diturunkan lagi di RSUD Kabupaten Bima di Desa Sondosia. Tetapi ternyata sebagian besar peserta memilih untuk tetap mengayuh sepeda hingga sampai RSUD. Di tempat ini, lebih dari sepuluh anggota komunitas sepeda dari Kecamatan Bolo, sudah menunggu kami.

Di RSUD baru ini, kami kembali istirahat dan bergabung dengan teman-teman dari Bolo. Sekitar dua puluh menit istirahat, kami kembali melanjutkan perjalanan. RSUD Kabupaten Bima di Sondosia berjarak sekitar 35 km dari tempat kami star. Itu berarti perjalanan kami sudah lebih dari setengahnya. Sampai di sini, ada beberapa peserta yang terpaksa menaikkan sepeda di atas mobil karena sudah kelelahan. Apalagi jalan yang menuju Mada Pangga, sudah ada yang menanjak walau tidak setajam tanjakan di Kecamatan Wawo.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Jalan pun masih belum diaspal mulus seperti yang lainnya. Ada sekitar 12 km jalan lama yng belum aspal baru seperti jalan lainnya yang sudah rampung dikerjakan oleh proyek bantuan pemerintah Australia.

Zulkifli, Lurah Rabangodu Selatan sempat mengeluh. Peserta yang pernah menaklukan Sape tanpa menaikan sepedanya di atas mobil ini, mengaku tidak tahan dengan jalan yang kurang mulus. ‘’Pantat saya sakit,’’ katanya saat mendorong sepedanya di depan gedung Dolog di kecamatan Bolo. Ternyata anggota yang satu ini tidak betah dengan jalur kurang mulus.

Keluhan lainnya adalah tidak adanya waktu istirahat mengayuh sepeda. Kondisi ini memang beda dengan Tour Sape, karena ada jalur turunnya sekitar 5 km di perbatasan Wawo-Sape. ‘’Kita harus kayuh terus, makanya kita kelelahan sekali,’’ kata Zulkifli.

Para srikandi sudah berguguran. Yang tertinggal masih ada Ramdani Riny. Dia baru mau menyerah setelah dibujuk ketua BBL sekitar 1 km menjelang tiba di Mada Pangga. Saya sendiri sempat kehilangan 1 km ketika ketinggalan peserta lain di Desa Sanolo sebelum akhirnya tiba di RSUD. Saya terpaksa menaikkan sepeda karena berada paling belakang gara-gara tergoda kue yang ditawarkan teman-teman yang sudah lebih dahulu menaikan sepedanya di atas pick up. Bersama pak Yus, saya duduk di mobil pick up milik Listra Jaya, dealer Polygon.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Saya baru sadar ternyata sopirnya adalah Heni, peserta wanita yang sudah lebih dahulu menaikkan sepedanya. Dia terpaksa menurunkan sopir aslinya karena sudah tidak ada tempat duduk lagi di depan, sehingga sang sopir duduk bersama kami di belakang. Kisah perjalanan yang sangat menyenangkan.

Karena yang kami lakukan bukan sekadar olahraga dan bukannya atlet, kami melakukannya dengan suka-suka. Artinya suka-suka kami saja. Tidak ada kewajiban dan aturan yang mengikat untuk kami ikuti selama bersepeda. Yang penting enjoy dan bisa terus mengayuh, cari keringat, badan sehat, pikiran menjadi segar kembali. Setiap pemandangan menarik, pasti kami abadikan. Tidak ada ketentuan waktu kami harus sampai pukul berapa. Semuanya diserahkan kepada masing-masing peserta, semampunya saja. Itulah komunitas kami. Sport dan refreshing!

Sekitar pukul 11.03 Wita, saya tiba di Mada Pangga. Saya senang bisa mengayuh sepeda sejauh 50 km itu. Reporter Bima TV mengambil gambar saya. Senang juga bisa masuk tv he he he. Cuma saya pernah protes pada mereka, kok setelah sepedaan saya baru bisa masuk tv? Mereka hanya tersenyum. Bahkan menawarkan kepada saya untuk menjadi host acara bersepeda di Bima TV. Karena mereka senyum saat saya tanya, saya pun tersenyum menanggapi tawaran mereka.

Ketua BBL pun berseloroh, ‘’Giliran bosnya yang menjadi host,’’ katanya sambil tertawa.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Itulah pengalaman ke Mada Pangga. Catatan dan pengalaman penting, banyak yang sudah kita dapatkan. Bersepeda di jalan datar dengan rute panjang, sudah dilakukan. Menurun pun sudah waktu ke Sape. Saya tidak menyebut punya pengalaman bersepeda menanjak, karena waktu ke Sape, sepeda diangkut dengan mobil saat tanjakan sekitar 5 km.

Tetapi kami punya pengalaman jalan menurun sepanjang 5 km. Ini menarik dan rasanya nikmatnya bersepeda memang ada pada jalan menurun. Ini tentu nikmat buat kami, tetapi belum tentu buat yang lain. (*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

  ‘’SAYA mau tes daya ingat pak KMA,’’ katanya kepada saya suatu waktu. KMA itu, singkatan nama saya. Belakangan, semakin banyak kawan yang memanggil...

CATATAN KHAS KMA

SAYA belum pernah alami ini: handphone tidak bisa dipakai karena panas. Bukan hanya sekali, Tetapi berkali-kali. Juga, bukan hanya saya, tetapi juga dua kawan...

CATATAN KHAS KMA

CATATAN Khas saya, Khairudin M. Ali ingin menyoroti beberapa video viral yang beredar di media sosial, terkait dengan protokol penanganan Covid-19. Saya agak terusik...

Berita

SEPERTI biasa, pagi ini saya membaca Harian  BimaEkspres (BiMEKS) yang terbit pada Senin, 10 Februari 2020. Sehari setelah perayaan Hari Pers Nasional (HPN). Mengagetkan...

NTB

Mataram, Bimakini.- Wakil Gubernur NTB, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalillah, menaruh perhatian pada penyelenggaraan kegiatan sepeda internasional, Enduro 2020. Pemprov NTB siap mendukung kegiatan...