Kasus penganiayaan, perusakan, dan pembakaran inventaris sekretariat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bima terus bergulir. Mengelinding ke berbagai arah mengiringi dinamika masyarakat. Aksi demo puluhan warga Mande I, Kamis siang, adalah fakta aktual bahwa mulai ada riak-riak yang bisa menggiring suasana bertambah melebar. Bayangkan, massa HMI Bima dan massa sebagian warga Mande I itu saling berhadapan saat aksi di depan Mapolres Bima.
Ini bisa menjadi ‘bola panas’ yang bisa membakar agresivitas massa. Jika guliran aspirasi dua kubu semakin liar melalui aksi-aksi provokatif, maka masalah baru akan bermunculan. Kita selayaknya kuatir terhadap kondisi ini, karena berpotensi mengancam stabilitas daerah. Dinamika aspirasi dua kubu, meskipun di depan Mapolres, tetaplah mesti dikuatirkan, karena menyimpan potensi ‘bom waktu’ pada kesempatan lain.
Mari melihat kasus ini dalam konteks pikiran yang lebih jernih dan terbuka. Mengembalikannya kepada porsi hukum. Jika apa yang dilakukan kader HMI melempar mobil dinas Wakil Wali Kota Bima dianggap melecehkan, sebaiknya diproses secara hukum agar ada yang bertanggungjawab menerima hukumannya. Itu pilihan elegan. Sebaliknya, mereka yang menyerang kader HMI Bima, merusak, dan membakar inventaris di pinggir jalan, segera diusut untuk memertanggungjawabkan perbuatannya. Ingat, tidak ada tempat bagi premanisme di negeri ini. Di Kota Bima pun, aksi premanisme harus ‘dibumihanguskan’. Eksploitasi anarkisme sejumlah preman yang memorak-porandakan sekretariat HMI adalah tindakan bar-bar dan benih destruktif seperti itu mesti segera diamputasi.
Selain itu, pihak Kepolisian memaksimalkan eksplorasi pemeriksaan terhadap dua tersangkan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Eksplorasi pengakuan mereka penting untuk mengurai ‘benang kusut’ kasus ini, Terutama, aspek kecurigaan kader HMI Bima terhadap keterlibatan Wakil Wali Kota Bima. Jika memang aksi barbarian itu ekspresi simpati terhadap Mobdis pejabat yang diidolakannya, hukumlah sesuai level anarkisme yang diumbar para intelektual muda itu.
Sebaliknya, jika memang ada aktor intelektual yang memainkan ‘remote control’ terhadap irama perusakan itu, Kapolres Bima Kota mesti mengeksekusinya untuk kepentingan hukum. Jadikan hukum sebagai panglima, siapan oknum yang terlibat. Sikat dan kirim ke Pengadilan untuk diproses. Pilihan penanganan standar seperti itu paling aman dan elegan untuk kepentingan yang lebih luas: menjaga dan memertahankan kondusivitas Kota Bima.
Sekali lagi lagi, ‘bola panas’ kasus HMI Bima perlu ditangani secepatnya, karena bisa berkontaminasi dengan aroma politik Pemilukada nanti. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.