Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

Pelanggan Seks Komersial

Data petualangan ‘pria hidung belang’ yang diidentifikasi dari Kota Bima mencengangkan. Sebanyak 5.600 pria menjadi pelanggan seks komersial, hampir sebagian besar merupakan pria beristri. Atau 2.726 orang. Kondisi ini dikuatirkan Koordinator KPA Pusat Wilayah Indonesia Timur, Setyo Wasono, saat roadshow Advokasi HIV dan AIDS Kota Bima dengan Tim KPAP NTB, Rabu (13/6).

KPA  mengingatkan laju angka itu bakal menambah banyak daftar pengidap HIV/AIDS yang hingga semester awal tahun 2012 ini mencapai enam orang. KPA pantas saja kuatir dan memberi ‘lampu kuning’ terhadap fenomena merusak itu.  Nafsu terlarang yang diumbar itu kemungkinan besar berdampak jika saja wanita yang menjajakan seks  itu mengidap HIV/AIDS.

Beberan data KPA itu menarik diamati, setidaknya dalam tiga sisi. Pertama, angka itu menohok soal degradasi moralitas masyarakat. Harus diakui, semakin banyak variabel yang berpotensi mengkhianati rumah-tangga, mereduksi nilai ikatan suci pernikahan. Kemampuan menjaga ‘miszagan ghaliza, perjanjian kukuh’ bisa melorot jika pertahanan diri rendah. Bukankah masih ada ada yang menganggap warna “rumput tetangga lebih hijau”?  

Iklan. Geser untuk terus membaca.

         Kedua, data seperti yang dirisaukan pihak KPA itu berkontribusi menambah derajat bahaya virus HIV/AIDS. Bergonta-ganti pasangan atau kebiasaan “jajan” di luar sangat berbahaya. Tidak saja meruntuhkan nilai agama, tetapi juga mengundang penyakit aneh yang hingga kini diakui belum ada obatnya. Sesungguhnya kita tidak boleh terjebak di titik hitam bernoda ini.

         Ketiga, beberan data itu menambah kegalauan semua pihak soal prostitusi yang dilegalkan atau terselubung. Razia terhadap penyakit sosial ini adalah satu di antara jawaban untuk itu. Kabarnya, prostitusi berdurasi ‘short time’ yang memanfaatkan penginapan terendus sejak lama. Soal ini, aparat Kepolisian mesti lebih sigap, terutama memaksimalkan fungsi intelejen-nya untuk mengawasi dan menggerebek. Penggerebekan tujuh ABG pelajar di penginapan di Dompu bersama pasangannya adalah contoh nyata.  

         Lepas dari data itu, dalam kondisi sosial dan mobilitas masyarakat sekarang, potensi pengkhianatan terhadap nilai agama dan kearifan lokal terbuka lebar. Oleh karena itu, pranata sosial dan keluarga mesti dikuatkan lagi agar mampu membendung pengaruh negatif yang mengerubungi.

         Beberan KPA itu mesti segera dijadikan bahan refleksi kolektif. Bisa jadi, yang terungkap semacam fenomena gunung es. Sisi yang tampak hanya sebagian kecil, namun di bagian bawahnya jauh lebih banyak. (*)

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Ekonomi

Bima, Bimakini.-  Munculnya wabah virus corona atau Covid-19, rupanya berdampak  pada pembayaran tagihan listrik. Seperti halnya di Kecamatan Bolo, pelanggan enggan bayar iuran bulan...

Ekonomi

Kota Bima, Bimakini.com.- Dealer Astra Motor Honda Bima, Minggu (24/2/2013) memberikan pelayanan bagi pelanggan atau customernya, khususnya pengguna Honda Vario Techno 125. Kegiatan yang...

Ekonomi

Kota Bima, Bimakini.com.-Pelanggan rumah makan Arema Raya, Samsudin, mengeluhkan tambahan harga makanan dan minuman yang ditetapkan pengelola di jalan Gajah Mada Kelurahan Sarae tersebut....

Ekonomi

Kota Bima, Bimakini.com.-Pihak Perseroan Terbatas (PT) Federal International Finance (FIF) Cabang Bima menyerahkan hadiah emas lima gram bagi lima pelanggan. Penyerahan hadiah itu dari...

Peristiwa

Kota Bima, Bimakini.com.- Data yang diungkapkan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Pusat Wilayah Indonesia Timur yang menyebutkan 5.600 pria di Kota Bima menjadi pelanggan seks...