Pekan lalu, ada dua kejadian yang sedikit menggiring mata publik Bima terhadap situasi terakhir. Aksi pemalangan terhadap fasilitas pemerintah terjadi dan dilakukan oleh massa. Atas nama massa, mereka mengekspresikan rasa kekesalannya dengan memalang kantor Desa Kalampa dan Sekretariat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bima. Di Kalampa soal dana bantuan, sedangkan yang sasarannya KPU adalah protes terhadap hasil Pemilukada Kabupaten Bima.
Aspek penting yang perlu dicermati adalah agresivitas massa yang mengarahkan sasarannya ke fasilitas pemerintah. Dampaknya sudah jelas, pelayanan terhambat dan bisa memicu instabilitas jika disalurkan berlebihan. Apalagi, aroma bakar-membakar sempat terendus di tengah aksi.
Pemalangan di Kalampa seharusnya segera dijelaskan oleh para pengelola, terutama Sekdes, yang dianggap warga paling mengetahui seluk-beluk bantuan itu. Aspek ini perlu untuk memastikan bahwa tidak ada lagi kesalahpahaman yang bisa memicu ketidaknyamanan hubungan sosial. Mengawetkan ketidakjelasan persoalan itu bisa menyebabkan bias yang lebih luas. Nah, jika momentum itu bertahan lama bisa dimanfaatkan oleh pihak lain untuk “memainkan irama”.
Dalam kasus KPU, protes yang muncul memang seperti yang pernah disuarakan sebelumnya. Selalu berpotensi memicu dampak dan kasus pemalangan itu satu di antaranya. Satu hal yang bisa disimpulkan adalah masih ada benih-benih protes yang memerlukan saluran tepat untuk menjelaskannya, tentu saja oleh pihak yang berkompeten. Kasus beraroma politik itu mesti disikapi lebih cermat karena rawan konflik. Tentu saja, kita tidak ingin daerah mengalami guncangan yang menyebabkan tidak efektifnya pembangunan.
Kita mengharapkan dua kasus itu segera diselesaikan karena bisa menjadi bola liar. Aparat Kepolisian kita harapkan lebih tegas lagi dalam penanganan massa, terutama yang berpotensi mengeruhkan suasana. Masyarakat pun diharapkan mengekspresikan aspirasinya, tanpa menganggu fasilitas publik.(*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.