Connect with us

Ketik yang Anda cari

Peristiwa

Suka Tantangan, Pilih Bima meski Orangnya Berwatak Keras (2)

Tidak terlukiskan kesenangan Sodikin selama mengabdi bagi masyarakat Bima dalam konteks profesinya itu. Cerita sedikit minor tentang Bima yang sempat diperoleh dari rekan-rekannya di Jakarta, terbantahkan dengan fakta ketika langsung ke daerah Bima.

   Tidak sulit bagi pria yang memiliki menantu orang Bima ini beradaptasi. Kendati tidak terlalu fasih  berbahasa Bima, namun karakter, tradisi, dan buadaya Bima seolah sudah terinternalisasi dalam diri pria yang pernah menjadi konsultan hukum ini.

    Sejak melaksanakan profesinya, suami R.R. Tuti Perwani, BA, ini sudah tiga kali pindah kantor yang semuanya bertempat di Kelurahan Paruga jalan Soekarno-Hatta Kota Bima. Mengapa tidak sampai pindah ke jalan lain? Penyuka olahraga tinju dan bola voli ini punya alasannya, karena nama jalan itu sangat dikagumi. “Saya Soekarnoisme,” tandas Sodikin.

     Mengenai Soekarnoisme, Sodikin mengaku, kagum terhadap kepribadian dan kepemimpinan pencetus kemerdekaan RI tersebut. Baginya, kendati Bapak Proklamator itu memiliki kekurangan, namun jasanya bagi Bangsa Indonesia luar biasa. Nasionalismenya tiada tara. Demikian juga filosofinya, menggugah dan membangkitkan semangat hidup

            Tidak jarang, Sodikin memeringati hari Kemerdekaan 17 Agustus melalui berbagai kegiatan yang diprakarsai dan dilaksanakan sendiri. Kadang dilaksanakan di Bima, kadang juga dilaksanakan di kampung halamannya, Tegal, dan Jakarta. Untuk memeringati momentum hari besar ini, Sodikin bahkan cuti kerja. “Bangsa kita senang sampai hari ini, atas merananya perjuangan Soekarno dan kawan-kawannya tempo dulu,” katanya.

       Dia pun menunjukkan berbagai benda yang berkaitan dengan Soekarno, seperti lukisan, poster, kaset pidato Soekarno, buku tulisan Soekarno, kaos, dan lainnya.

      Dalam kiprahnya menjalankan profesi Notaris dan PPAT di Bima sejak tahun 1997 lalu, Sodikin telah menerbitkan akta notaris sekitar 21 ribu. Suka-duka selama proses itu, mewarnai dinamika pengabdiannya. Ada pengalaman menarik yang tidak terlupakan di antara dinamika tersebut. Yakni aksi demonstrasi mahasiswa di kantornya menyangkut tugas kenotariatannya.

    Saat aksi itu, kebetulan Sodikin tidak berada di kantor. Sedang ke luar daerah. Berbagai kecaman dan ancaman disuarakan massa aksi kepadanya. Namun, Sodikin tetap tegar, karena apa yang dilakukan dalam jabatannya sebagai Notaris dan PPAT berkaitan dengan tuntutan massa aksi, sudah sesuai prosedur dan mekanisme profesinya.

       Berurusan dengan pihak Kepolisian juga bagian dari dinamika yang dialaminya selama berkiprah di Bima. Ya, pernah dilaporkan klien atau pihak tertentu yang merasa dirugikan ke Kepolisian. Namun, itu semua mampu diselesaikan dengan baik.

       “Banyak suka-duka yang saya alami. Dua pengalaman itu yang paling berkesan di antara yang lainnya, tapi terselesaikan juga dengan baik karena saya tetap mengacu pada aturan” katanya. Tidak terasa pengabdian sebagai Notaris dan PPAT bagi masyarakat Bima selama 14 tahun lebih dengan berbagai dinamikanya, kini akan memasuki masa purnabakti. Tanggal 20 Juni 2012 mendatang, melalui SK MenkumHAM Sodikin akan pensiun berdasarkan UU 30 Tahun 2004 karena sudah memasuki usia 65 Tahun. “Sekarang sedang menunggu SK pensiun yang diterbitkan MenkumHAM,” katanya.

      Alumni SMA Olahraga Bandung yang sering diundang menjadi wasit/juri dalam berbagai cabang olahraga ini, menjelaskan, UU 30/2004 tentang Kenotariatan itu mengatur masa aktif pejabat Notaris dan PPAT maksimal usia 65 Tahun (Pasal 8). Bisa diajukan perpanjangan selama dua tahun asalkan memenuhi syarat kesehatan fisik dan mental yang diperiksa oleh dokter dan psikolog. Selain itu, harus ada rekomendasi dari pengawas.

    Tapi, Sodikin tidak memerpanjangnya dengan pertimbangan tidak ekonomis. Pasalnya UU itu juga mengatur yang bisa diperpanjang hanya Notaris saja, tidak untuk PPAT. “Lain ceritanya kalau aturan baru yang sedang diupayakan DPR RI sudah mulai berlaku, usia pensiun sampai 67 tahun, maka dengan sendirinya saya masih aktif. Sekarang sedang ditunggu aturan baru itu,” terang mantan pelatih karate dan Sekretaris Forki Cabang Jakarta Timur ini.

     Sodikin menceritakan ketertarikannya menggeluti dunia kenotariatan karena bebas dari unsur korupsi. Notaris dan PPAT tidak bisa korupsi, karena tidak mengelola uang negara dan tidak digaji pula oleh negara, kendati diangkat melalui SK pejabat negara (MenkumHAM).

      Namun, Notaris boleh menarik honorarium dari pembuatan akta yang besarnya bergantung nilai ekonomis. Jika nilai ekonomisnya 0-100 juta, maka honorarium Notaris sebesar 2,5 persen. 100-1 miliar (1,5 persen), dan 1 miliar ke atas (1 persen). Itu diatur dalam pasal 36 UU 30/2004 tentang Kenotariatan. “Jadi, Notaris itu bebas dari korupsi karena tidak bisa mengorupsi. Untuk mendapatkan honorarium sudah diatur UU sesuai nilai ekonomis pembuatan akta,” ujar Sodikin seraya menambahkan, Notaris dan PPAT tidak boleh merangkap jabatan, seperti menjadi PNS, pejabat negara, dan advokat.

      Setelah memasuki masa purnabakti nanti, seluruh kegiatan yang menjadi tugas dan kewajibannya akan diserahkan kepada rekannya Notaris dan PPAT, Ardiansyah.

    Dia sudah merencanakan kembali ke Jakarta untuk berkumpul dengan anak dan kerabatnya. Mengisi hari tua, “penyulap” barang bekas, akar kayu, batu-batuan, dan sejumlah benda lainnya menjadi sesuatu benda yang bernilai seni tinggi itu, akan berwirausaha. “Kalau cukup modal, saya berdagang dan berkreasi, mencari benda-benda yang bernilai ekonomis,” katanya.

   Kepada masyarakat Bima, terutama yang pernah menggunakan jasa kenotariatannya, Sodikin menyampaikan apresiasi tinggi  atas sambutan hangat masyarakat  ketika memasuki daerah Bima hingga selesai masa pengabdiannya, akan menjadi kenangan yang tidak terlupakan. Kepercayaan yang diberikan klien selama mini akan menjadi bingkai yang tidak pernah usang dan redup dalam dirinya.

“Saya berterimakasih atas sambutan baik dan kepercayaan yang diberikan masyarakat. Bima tetap akan menjadi bagian terpenting dari hidup saya,” ucapnya. (*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

  ‘’SAYA mau tes daya ingat pak KMA,’’ katanya kepada saya suatu waktu. KMA itu, singkatan nama saya. Belakangan, semakin banyak kawan yang memanggil...

CATATAN KHAS KMA

SAYA belum pernah alami ini: handphone tidak bisa dipakai karena panas. Bukan hanya sekali, Tetapi berkali-kali. Juga, bukan hanya saya, tetapi juga dua kawan...

CATATAN KHAS KMA

CATATAN Khas saya, Khairudin M. Ali ingin menyoroti beberapa video viral yang beredar di media sosial, terkait dengan protokol penanganan Covid-19. Saya agak terusik...

Berita

SEPERTI biasa, pagi ini saya membaca Harian  BimaEkspres (BiMEKS) yang terbit pada Senin, 10 Februari 2020. Sehari setelah perayaan Hari Pers Nasional (HPN). Mengagetkan...

CATATAN KHAS KMA

ADALAH Institut Perempuan untuk Perubahan Sosial (InSPIRASI) NTB pada 7 Desember 2019 lalu, mencanangkan gerakan Save Teluk Bima. Kegiatan dua hari itu, menjadi heboh...