Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

Kasus Doro O’o

foto:ist

Kita dikejutkan kemunculan kasus dugaan penganiayaan dan pengancaman di Doro O’o Kecamatan Langgudu yang melibatkan Bupati Bima, H. Ferry Zulkarnain dan ajudannya, Ruslan. Aspek penting yang memerlukan pembuktian adalah pengakuan bahwa Bupati menganiaya, menodongkan pistol plus mengancam membunuh sejumlah oknum mahasiswa pascainsiden penyobekkan proposal. Harus diakui, sisi ini yang mengental dalam sorotan publik, karena selama ini Ferry dikenal punya kesabaran tertentu saat merespons situasi yang dihadapinya.

Kini kejadian itu telah dilaporkan secara hukum. Aparat Kepolisian yang memiliki kewenangan memrosesnya. Kita menunggu saja tahapan penyelidikan mereka selanjutnya.

Dari kasus  itu, setidaknya, ada dua hal yang bisa dijadikan bahan renungan bersama. Pertama, saat menyampaikan aspirasi atau meminta bantuan, etika kesantunan mesti dijaga sehingga bisa menarik simpati ketika membutuhkan jenis bantuan lainnya pada kesempatan lain. Jika semua penolakan disambut dengan sikap emosional berlebihan, maka betapa semrawutnya situasi. Aksi penyobekan proposal itu lebih mengesankan pemaksaan kehendak. Bisa dipahami pula jika yang memvonis aksi penghinaan.

Mestinya, kita mesti mampu membungkus rapi asa ketika tidak mewujud dalam kenyataan, tidak hanya kasus Doro O’o itu. Dari cara pendekatan, pilihan strategi seperti itu jelas tidak menguntungkan.

Lepas dari itu, ada yang menyatakan bahwa permintaan bantuan yang diidentifikasi dari “kelompok seberang dari posisi pijakan sang penguasa” sulit ditembus. Soal ini sudah lama menjadi bahan perbincangan. Apakah kasus Doro O’o dalam format itu? Wallahualam.  

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Kedua, bagaimana pun kondisinya, para pemimpin harus bisa menahan diri dari sikap yang tidak populer. Apalagi, ketika berhadapan dengan tipologi masyarakat tertentu. Jika todongan pistol dan ancaman membunuh itu benar terjadi, maka aksi selevel penyobekan proposal, rasanya terlalu berlebihan direspons ala Koboy. Berbeda jika situasinya memang genting dan nyawa pemimpin terancam. Nah, pascainsiden itu, muncul kesan bahwa pemimpin sipil lebih militeristik ketimbang militer itu sendiri.

Ketika kejadian itu merambah wilayah hukum, maka kita sebaiknya menunggu proses pihak Kepolisian. Ya, biarkan aparat menangani untuk membuktikan posisi mereka di depan hukum. (*)   

  

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Berita

Keceriaan pagi para relawan bersama murid SDN O’o saat berangkat ke sekolah. (foto: Alfaruq) PUKUL 04.36 Wita saya bangun. Mungkin karena agak lelah, tidur...

Berita

HARI sudah sore. Harusnya pada Jumat 23 November 2019, saya bergabung dengan puluhan orang lain mengikuti pelepasan di Museum Asi Mbojo. Kami adalah relawan...

Pendidikan

Kota Bima, Bimakini.com.-  Pihak Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Bima belum menerima  laporan dari SMK 45 Kota Bima  berkaitan dengan kasus oknum...

Hukum & Kriminal

Kota Bima, Bimakini.com.- Perilaku pemuda sekarang ini semakin liar asaja. Saat bulan Ramadan, masih ada sebagian dari pemuda yang  doyan mengonsumsi Narkoba jenis sabu....

Hukum & Kriminal

Kota Bima, Bimakini.com.- Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba Bima, mulai Selasa (15/9/2015) memeriksa delapan orang personel Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Kabupaten Bima....