Wilayah Bima dan Dompu kaya wisata alam. Tipe geografis yang dimiliki menawarkan pesona alam yang menawan dan eksotis. Modal itu merupakan modal bagi pembangunan daerah jika mampu dikelola secara maksimal. Masalahnya, tidak semua daerah memiliki kawasan wisata yang mampu menarik kunjungan. Namun, tidak hanya cukup berpuas diri saja. Keunggulan alamiah itu masih memerlukan kreativitas dan komitmen kuat menatanya agar bisa memotivasi masyarakat mengunjungi. Faktanya, potensi yang sudah di depan mata belum maksimal dibenahi, ditata dan dikelola.
Lakey di Kecamatan HuÆu Kabupaten Dompu, misalnya. Liburan pasca-Idul Fitri lalu, masih ada keluhan pengunjung mengenai kerusakan jalan menuju lokasi. Padaha, areal itu sudah mendunia. Jika pengunjung sudah teler karena diguncang lubang jalan sepanjang rute, maka level penikmatanya terhadap lokasi wisata akan berkurang. Dalam caption lugas, bisa pengunjung mengambil kesimpulan cepat seperti ini: kesan pertama tidak menggoda, selanjutnya kabur sajaàKita menaruh harapan besar rencana penataan Persinggahan yang kini menjadi atensi Bupati Dompu. Semoga berhasil memikat pengunjung dalam jumlah banyak.
Di wilayah Kabupaten Bima, misalnya, hingga kini level keseriusan membenahi tempat wisata belum maksimal. Water Park di kawasan áKalaki, hingga kini masih terkesan amburadul. Padahal, menjadi satu di antara incaran anak-anak sebagai tempat mengekspresikan dahaga berwisata. Kawasan Papa di Kecamatan Lambu, hingga kini masih belum ditata rapi, semak masih terlihat dan sejumlah baruga yang dibangun sudah ôbopengö. Satu lagi yang disayangkan, penataan Pulau Ular (Snake Island) yang masih dikeluhkan oleh sebagian pengunjung. Padahal, areal unik itu adalah kekayaan berharga yang mesti diprioritaskan penannganannya.
Di Kota Bima, memasuki wilayah itu sudah disuguhi karut-marut wajah Lawata. Padahal, itu adalah ôpintu kitaÆ, suatu lokasi yang sesungguhnya menawarkan wajah kota pada kesempatan pertama. Pembenahan Ama Hami pun hingga kini percepatannya masih rendah. Bagaimana dengan Kolo? Inilah idola baru pengunjung yang dibuktikan dengan kepadatan warga yang mengunjunginya pasca-Idul Fitri. Gebrakan penataan sepanjang pantai Kolo inilah yang kini ditunggu publik. Modal emas ini jangan sampai kehilangan momentum pencitraannya.
Ada satu hal yang perlu diingatkan dalam urusan kepariwisataan. Jangan sampai kesan negatif dari dampak perilaku pengunjung lebih menguat ketimbang pesona eksotis yang ditawarkannya. Ini penting karena æmanajemen dari mulut ke mulutÆ soal objek tertentu bisa meruntuhkan daya upaya pembenahan yang dilakukan. Sudah ada kesan bahwa objek tertentu didominasi oleh mereka yang berperilaku negatif, sehingga aspek ákeamanan dan kenyamanan yang sering menjadi pertimbangan pengunjung berwisata tidak terpenuhi.
ááááááá Sekali lagi, berkah geografis seperti ini adalah modal untuk menggeliatkan kepariwisataan. Namun, pembenahan dan penataannya mesti melingkupi multiaspek. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
