Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

Pria Agung itu…

Tanggal 12 Rabiul Awal merupakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Biasanya, sebagian umat Islam memeringgatinya melalui berbagai cara. Intinya, mencoba mengambil serpihan-serpihan keteladanan untuk  diaktualkan dalam kehidupan nyata.

Maulid dimulai sejak zaman kekhalifahan Fatimiyah di bawah pimpinan keturunan dari Fatimah az-Zahrah, putri Nabi Muhammad SAW. Perayaan ini dilaksanakan atas usulan panglima perang Shalahuddin al-Ayyubi (1137M-1193 M). Tujuannya untuk mengembalikan semangat juang kaum Muslimin dalam perjuangan membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina dari cengkraman kaum Salibis. Diakui, menghasilkan efek besar berupa semangat jihad umat Islam menggelora  hebat.
Bagaimana mengaktualkannya sekarang ini? Secara subtansial, perayaan Maulid Nabi adalah  upaya  mengenal keteladanan Nabi, pemimpin besar yang  luarbiasa dalam memberikan teladan agung bagi umatnya. Oleh karena itu, Maulid harus diartikulasikan sebagai  upaya transformasi diri terhadap kesalehan umat. Sebagai semangat baru untuk membangun nilai-nilai profetik agar tercipta masyarakat madani yang merupakan bagian dari demokrasi seperti toleransi, transparansi, anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan, pluralisme, keadilan sosial, ruang bebas partisipasi, dan humanisme.
Ada yang menilik lebih mendalam. Dalam tatanan sejarah sosio antropologis Islam, Nabi Muhammad SAW dapat dilihat dan dipahami dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling melengkapi. Pertama, dalam perspektif teologis-religius, dilihat dan dipahami sebagai sosok Nabi sekaligus Rasul terakhir dalam tatanan konsep ke-Islam-an. Hal ini memosisikannya sebagai sosok manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di dunia yang bertugas membawa, menyampaikan, serta mengaplikasikan segala bentuk pesan “suci” Tuhan kepada umat manusia secara universal. Kedua, dalam perspektif sosial-politik, Nabi sebagai sosok politikus andal. Sosok individu pemimpin  adil, egaliter, toleran, humanis, serta non-diskriminatif dan hegemonik. Pemimpin yang kemudian mampu membawa tatanan masyarakat sosial Arab kala itu menuju suatu tatanan masyarakat sosial yang sejahtera dan tentram.
Peringatan Maulid secara lebih  fundamental harus mulai dilakukan, sehingga  tidak hanya sebatas seremonial belaka. Tetapi, memahaminya sebagai kelahiran sosok pemimpin paripurna untuk diteladani segala aspek perilakunya dalam keseharian hidup dan bentangan pengabdian kita masing-masing. (*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Politik

Bima, Bimakini.com.- Hasil klarifikasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Bima terhadap Camat Woha, Dahlan, akan direkomendasikan kepada Pj. Bupati Bima, Drs. Bachrudin, untuk kepentingan...

Politik

Bima, Bimakini.com.- Quick Cound (QC) adalah produk akademis yang ditujukan sebagai penyimbang atau pengontrol hasil kerja lembaga penyelenggara Pemilu. Masyarakat tidak perlu menunggu lama...

Pemerintahan

Bima, Bimakini.com.- Dalam sebulan, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskemas) Bolo melayani hingga 1.000 pasien. Apalagi, jika musim  hujan, kunjungan biasanya melebihi kapasitas yang ada. Lantai...

Pemerintahan

Bima, Bimakini.com.-Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten, Abdul Natsir, S.Sos, mengatakan tugas anggota legislatif dalam menyerap aspirasi masyarakat tidak dibatasi oleh...

Peristiwa

Bima, Bimakini.com.-Saat ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bima sedang membahas rancangan peraturan daerah (Raperda) inisiatif tentang pelarangan produksi, penjualan, pengedaran, dan konsumsi...