Kota Bima, Bimakini.com.- Kasus gizi buruk ibarat fenomena gunung es. Sedikit yang tampak di permukaan, namun di bawahnya atau yang tidak tampak justru lebih banyak. Tidak terkecuali di Kabupaten Bima. Fenomena itu, menurut Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bima, Dra. Hj. Mulyati, karena kebijakan anggaran dan gemuknya organisasi pemerintahan.
Akibatnya, dana pun banyak tersedot untuk kebutuhan belanja aparatur, sehingga keberpihakan pada penanganan gizi buruk berkurang.
Dikatakannya, dari APBD tahun 203 lebih dari Rp1 triliun banyak dialokasikan ke pos belanja aparatur. Termasuk banyaknya tenaga honor, sehingga menyedot anggaran. Tidak hanya itu, kelebihan pegawai dan struktur yang gemuk menyebabkan anggaran tidak berpihak ke publik.
Bahkan, Mulyati membuka secara blak-blakan bagaimana perjuangan menaikkan anggaran gizi buruk dari Rp1 miliar menjadi Rp3 miliar, akhirnya kandas di jalan. Padahal, awalnya perjangan itu sangat kencang dan didesak oleh semua fraksi, namun tawar-menawar politik menjadikan anggaran untuk penaganan gizi buruk menguap ke alokasi lain.
“Saat itu semua fraksi anggaran pengadaan mobil dinas dihapus dan dialihkan ke gizi buruk dari satu miliar menjadi tiga miliar. Dalam pandangan fraksi pun semua merekomendasikan itu,” kata duta PKPB ini saat menjadi narasumber pada Technical Assistance APBD Kabupaten Bima mengenai Gizi Buruk.
Kegiatan itu diadakan oleh Australian AID dan Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) NTB, di Kafe Kitani, Kamis (29/5).
Dinas Kesehatan, katanya, sangat senang jika anggaran itu dapat dinaikkan. Namun, di tingkat komisi, aspirasi tersebut mulai mendapat gesekan. “Di tingkat Badan Anggaran taeik-ulur kepentingan biasanya bermain. Karena di Banggar itu politis, maka permainan pun dimulai,” katanya.
Anggota Banggar, kata dia, sebanyak 19 orang termasuk pimpinan DPRD. Tidak hanya Banggar Legislatif, namun juga Banggar Eksekutif bermain, memertahankan usulannya. “Di sinilah kadang terjadi lobi atas dan lobi bawah. Anggota Banggar yang pintar bermain akan dapat, yang tidak pintar bermain tidak dapat apa-apa,” bebernya.
Mulyati mengaku membeberkan ini karena ingin “memrovokasi” semua pihak, terutama NGO agar persoalan seperti ini dapat diadvokasi. Karena alokasi anggaran harus berpihak pada pengurangan gizi buruk dan gizi kurang. (BE.16)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.