Bima, Bimakini.com.- Quick Cound (QC) adalah produk akademis yang ditujukan sebagai penyimbang atau pengontrol hasil kerja lembaga penyelenggara Pemilu. Masyarakat tidak perlu menunggu lama menunggu hasil, namun bisa dalam waktu cepat. Namun kenyataan hari ini, lembaga penyelenggara QC merangkap sebagai konsultan politik.
Hal itu dikatakan Pengamat Politik STISIP Mbojo Bima, Syarif Ahmad, MSi saat dialog Publik “Meredam Potensi Konflik Pilpres” yang diadakan oleh Pusat Studi Konflik Agama dan Budaya (PUSKAB) NTB, di aula STKIP Taman Siswa, Senin (21/7/2014).
Dikatakannya, karena lembaga penyelenggara QC sudah menjadi partisan parpol, maka hasil yang diperoleh diragukan lembaga lainnya. Seperti halnya dengan Pilpres saat ini.
Hasil QC itu sendiri kemudian digiring seolah menjadi penentu kemenangan. Padahal QC sendiri bukan ilmu untuk menentukan kemanangan, melainkan hanya oleh KPU. “Tujuannya bagaimana menjadi pengontrol untuk menghindari adanya kecurangan, namun bukan yang memutuskan siapa yang menang,” ujarnya.
Kondisi yang muncul saat ini, media justru makin memperkeruh situasi. Menggiring opini masyarakat, seolah QC adalah hasil final. “Dalam QC ada margin error maksimal 3 persen,” jelasnya.
Syarif mengeritik independensi media dan tanggungjawab sosialnya. Selama pelaksanaan Pilpres media tertentu, baik televisi, koran dan online justru memicu terjadinya konflik. Kenyataan ini dianggap memerihatinkan, tidak hanya ditingkat pusat, bahkan daerah.
Akibatnya, masyarakat juga tergiring memahami QC sebagai kesimpulan hasil pilpres. Menjadi persoalan ada lembaga penyelenggara QC yang diragukan kapasitasnya dan pengalamannya. “Perbedaan hasil antarlembaga QC sesungguhnya hal wajar,” ujarnya.
Saat ini jarang menemukan lembaga QC yang benar-benar independen, tapi yang berbicara adalah uang. Audit metodologi juga penting untuk memastikan apa yang dihasilkan sesuai atau tidak. (BE.25)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.