Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

212 Super Damai

Aksi Damai 212 Bela Islam Jilid III di Bima, Jumat (2/12/2016) menuntut Ahok ditahan.

Aksi Damai 212 Bela Islam Jilid III di Bima, Jumat (2/12/2016) menuntut Ahok ditahan.

ANGKA 212 kini tergaung ramai untuk melabeli Aksi Bela Islam III dalam kasus dugaan penistaan agama Islam yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.  Kasus yang kini menghebohkan Indonesia. Dalam perjalanannya, rupanya spektrum kasus ini meluas. Meliuk-liuk tidak berarah.  Hingga merembet pada masalah kebhinekaan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Soal inilah yang  kini menyibukkan pejabat dan aparat keamanan negeri ini. Seorang Ahok bak magnet yang memantik emosi masal, khususnya umat Islam. Pernyataan demi pernyataan  dari mulutnya, ekspresi, dan bahasa tubuhnya  sudah lama dicermati banyak kalangan. “Mulutnya ugal-ugalan,”  kata sebagian pengamat.

Ketika membahasakan secara serampangan Surah Al-Maidah Ayat 51 di Kepulauan Seribu, dia terganjal. Video pendek cuplikan kalimat itu telah ‘menyihir’ perhatian dan menimbulkan gelombang protes. Aksi menuntut penangkapan Ahok pun merebak. Tidak terbendung. Bak aliran air yang mengalir menuju posisi idealnya. Jumat ini, 2 Desember 2016, Aksi Bela Islam III digelar di kawasan Monas Jakarta, diikuti masyarakat di daerah. Suatu episode lanjutan yang selayaknya menjadi perhatian para penegak hukum. Ketika semua tersangka kasus penistaan agama langsung ditahan, maka Ahok seolah ‘menikmati tempat berbeda’ dalam hukum Indonesia. Entah mengapa. Ada apa sebenarnya. Serumit seperti apakah pat-gulipat kasus Ahok ini, sehingga Ahok yang berkasus, malah Presiden Joko Widodo yang keluyuran silaturahmi dan konsolidasi.Jika diamati, tuntutan umat Islam sangat sederhana. Perlakukan Ahok sebagaimana tersangka lainnya. Ada yurisprudensi hukum yang dilabrak ketika dia dibiarkan bebas melenggang di ruang terbuka. Namun, untuk lebih jelasnya, mari kita  ikuti proses hukum selanjutnya.  Kini “bola liar’ itu ada pada Kejaksaan.

Bagaimana dengan Gelar Apel Nusantara Bersatu? Kita memang ditantang   menjaga persatuan dan keutuhan di tengah keaneragaman. Kita pun memang dituntut memertahankan suasana damai, menghargai perbedaan dan memiliki keyakinan agama masing-masing. Mereka yang melabrak pakem itu harus dijadikan musuh bersama. Common enemy. Aksi hari ini, kita harapkan setenang, seteduh, dan sedamai dua momentum sebelumnya. Kasus Ahok bukan sentimen agama dan sentimen etnis. Hanya saja, pemrosesan harus berkeadilan. Tidak boleh ada warga negara ‘kelas satu’ di bawah kolong langit Indonesia. Mari beraksi dan menyuarakan aspirasi  dalam kesantunan sikap dan keunggulan akhlakul karimah. Mem-breakdown nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin dalam sikap dan perbuatan. Semoga! (*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Pemerintahan

Kota Bima, Bimakini : Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPPNL) Bima menggelar acara Anugerah Reksa Bandha tahun 2023. Ada sejumlah kategori yang diberikan...

Pemerintahan

Kota Bima, Bimakini.-  Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPPNL) Bima menggelar acara Anugerah Reksa Bandha tahun 2023. Kegiatan yang berlangsung di aula Satonda...

Politik

Kota Bima, Bimakini.- Pemilihan Wali Kota Bima tahun 2024  mengusung tema “Pilkada Matupa”. Harapannya akan terwujud Pilkada 2024 demokratis dan sesuai dengan prinsip pemilihan....

Politik

Mataram, Bimakini.- Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 menilai, paket H Mahmud Abdullah dan Abdul Rafiq, Papan 2 pasangan MOFIQ, jika benar melenggang di...

Opini

Oleh : Munir Husen Dosen Universitas Muhammadiyah Bima Ada yang beda di hari ulang tahun Kota Bima 2024, bukan pada aspek subtansi rimpunya, melainkan...