Penggunaan sepeda motor oleh pelajar di Kota Bima sudah jauh meningkat dibandingkan dengan dekade sebelumnya. Jika dulu bisa dihitung dan hanya dari keluarga berada, kini hampir merata. Satu rumah, bahkan memiliki tiga sepeda motor. Halaman sekolah pun kini dijejali sepeda motor siswa. Dulu hanya guru yang memarkirnya. Padahal, dalam aturan siswa belum dibolehkan menggunakan kendaraan, terkendala syarat umur. Lalu bagaimana? Di situlah dilema yang dihadapi Polres Bima Kota dalam penegakkan aturan. Di Kota Bima, belum tersedia sarana transportasi masal yang layak untuk kebutuhan siswa saat sekolah.
Soal kendala ini pernah dituturkan oleh Kasat Lantas Polres Bima Kota, AKP Made Hendra Agustina, SIK, Kamis (8/12/2016) lalu. Masih perlu dicari solusinya, bagaimana menghadirkan transportasi bagi pelajar, sehingga tidak menggunakan kendaraan bermotor. Ya, jika aparat Kepolisan tegas merazia, ratusan kendaraan bakal terjaring setiap hari dan pelajaran mereka bakal kececer. Nah, pemandangan siswa yang dirazia bakal merepotkan, karena menjadi ‘menu harian’ di jalanan. Memang dilematis.
Upaya menyediakan Bus Sekolah yang kini dilakukan oleh Sat Lantas perlu diacungi jempol. Terobosan itu kita harapkan dapat membuka cakrawala berpikir semua pihak untuk membahas dan memfasilitasinya. Bagaimana merancang transportasi masal (pelajar) yang bersuasana nyaman dan ongkos terjangkau. Seperti halnya daerah lain di kota-kota besar.
Jika siswa terus dibiarkan bersepeda motor, memang akan sangat berdimensi luas. Pertama, jelas pelanggaran nyata di depan mata aparat hukum dan mata jernih publik. Padahal, aturan telah membandrol larangannya. Nilai pendidikannya adalah pelajar Mbojo diajari taat aturan dan hukum, sebagaimana nilai idealitas di bangku sekolah. Tidak sejak awal menjadi bagian di dalamnya, barisan pelabrak aturan.
Kedua, sudah lama dimafhumi bahwa ekspresi berkendara pelajar tidak terkendali. Jenis pelanggaran selain tanpa Surat Izin Mengemudi adalah berboncengan lebih dari satu, kadang tanpa helm, berlari zig-zag, dan belum seutuhnya memahami aturan berlalulintas. Penetapan umur 17 tahun ke atas untuk SIM, bukanlah tanpa dasar. Pasti melalui pertimbangan psikologis tertentu dengan pertimbangan kematangan bertindak dan mengambil keputusan.
Sekali lagi, Bus Sekolah yang diinisiasi oleh Sat Lantas harus dilihat sebagai ‘provokasi’ dan ‘cubitan’ awal untuk selanjutnya didiskusikan. Apa yang selayaknya dilakukan dalam menghadapi dilema pelajar berkendara. Bus Sekolah bertarif terjangkau akan mengubah fenomena daerah ini menjadi lebih tertib. Sesuatu yang akan menjawab sorotan publik terhadap keliaran sikap pelajar di tengah jalanan Mbojo.
Apakah sudah saatnya Kota Bima menyediakan bus bagi pelajar kita? Saat didiskusikan oleh eksekutif dan legislatif. Bagaimana menurut Anda? (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.