Connect with us

Ketik yang Anda cari

Peristiwa

KPID dan Kominfo NTB Respons Keluhan Bima TV

Ketua KPID NTB, Sukri Aruman/foto Ist.

Kota Bima, Bimakini.-  Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTB dan Diskominfo NTB merespons cepat protes manajemen Bima TV terkait operasinya Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) ilegal yang marak di Bima. Kendati suratnya belum sampai, tetapi berita Bimakini.com telah direspons  sangat cepat.

”Kami sudah berkoordinasi dengan Diskominfo NTB. Demikian pula secara internal kami sudah melakukan rapat pleno sore ini. Hasilnya secara lengkap kami akan kirim ke redaksi Bimakini.com,” ujar Ketua KPID NTB, Sukri Aruman via telepon dari Mataram, Jumat sore.

Bahkan, di akun Facebook Bimakini, Sukri Aruman pemilik akun Ray Aruman sempat menyampaikan komentar pada tautan berita berjudul: Manajemen Bima TV Surati Kominfo dan KPI Terkait Operasi TV Kabel Ilegal. ”Kita tindaklanjuti dan sudah koordinasi dengan Diskominfotik NTB untuk langkah penertiban dan penindakan berikutnya,” tulis Ketua KPID NTB itu.

Komentar lain muncul dari pemilik akun Lalu Darwil, seorang pelaku lembaga penyiaran radio swasta di Lombok Timur menulis: Di Lombok Timur juga ada Selaparang Televisi (Selvi) tapi tetap berjalan dengan baik karena masyarakat Lotim merasa memiliki dan pengemasan konten yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat menjadi sangat penting….. tv kabel mungkin lebih banyak di Lotim dan Selvi juga ada di dalamnya….. Memanjakan mata pemirsa mungkin kata K0ncinya…. Sukses Bima TV …..,” tulisanya.

Sukri Aruman menambahkan, rapat pleno KPID NTB merupakan langkah untuk merespon dengan cepat keluhan manajemen Bima TV kendati suratnya secara fisik belum mereka terima. Menurut Ray, sapaan akrabnya, semua lembaga penyiaran harus berizin sebelum menjalankan aktivitas penyiaran. Bukan hanya Lembaga Penyiaran Swasta baik radio maupu televisi, tetapi juga Lembaga Penyiaran Berlangganan, dan Lembaga Penyiaran Komunitas. ”Tidak boleh siaran secara ilegal tanpa mengurus izin terlebih dahulu,” ujarnya.

Ray menyebutkan, Diskominfo NTB juga segera menindaklanjuti dengan memerintahkan kepada Diskominfo Kabupaten dan Kota se NTB untuk terlebih dahulu mendata keberadaan LPB yang belum berizin tetapi sudah beroperasi. ”Setelah dilakukan pendataan, segera dilakukan pembinaan dan penertiban. Tidak boleh ada pihak apalagi lembanga penyiaran lain yang dirugikan atas beroperasinya lembaga penyiaran, apalagi belum berizin,” tegasnya.

Menurut rencana, kata Ray, pihaknya akan berkoordinasi juga dengan aparat Kepolisian apakah nanti Polda NTB atau Polres di masing-masing Kabupaten/Kota untuk ke-entingan penertiban tersebut. ”Ini sedang kita bicarakan polanya. Jika pun ada LPB yang beroperasi dan punya izin, mereka punya kewajiban untuk menyiarkan konten lokal dari siaran teresterial LPS atau televisi lokal yang ada di masing-masing daerah. Itu wajib sifatnya,” katanya.

Dia menambahkan, tidak boleh akses masyarakat ditutup atas operasi LPB pada suatu wilayah terhadap televisi teresterial. ”Kami sangat bderterima kasih sudah menerima keluhan dan keberatan dari manajemen Bima TV, sehingga kami mengetahui persoalan yang terjadi di daerah. Sekali lagi terima kasih dan kami segera tindak lanjuti keluhan ini. Tidak boleh ada lembaga penyiaran yang dirugikan atas beroperasinya lembaga penyiaran lain,” tegasnya.

Rau menyebutkan, untuk perizinan LPB memang tidak mudah, tetapi tetap harus ditempuh oleh setiap perusahaan lembaga penyiaran. ”Jika pun secara perorangan tidak mampu mengurus izin, silakan buat konsorsium. Itu mungkin salah satu solusi saja,” ujarnya seraya menyebutkan bahwa badan hukum LPB harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang hanya memiliki usaha tunggal yang tidak boleh dicampur dengan usaha lainnya.

Informasi yang dihimpun Bimakini.com, untuk mendirikan LPB melalui kabel, diperlukan modal awal paling sedikit Rp 1 miliar. Modal tersebut harus dicantumkan dalam proposal pengajuan izin. Dana itu selain untuk investasi infrastruktur, juga untuk membeli hak siar stasiun televisi yang akan ditayangkan. Sebab kalau sembarangan mengambil dan menayangkan televisi tanpa izin, itu sudah merupakan tindak pidana.

Proposal pendirian tv kabel yang pernah diterima Bimakini.com untuk 40 kanal yang terdiri atas 26 kanal premium dan 16 kanal free to air, operator tv kabel harus membayar hak siar Rp100 juta per tahun.  Jumlah investasi akan tergantung pada kualitas jaringan yang digunakan dan jumlah kanal yang disalurkan.

Informasi yang dihimpun Bimakini.com, sebenarnya pihak Bima TV tidak ingin meyampaikan pengaduan seperti hal di atas jika pengelola tv kabel di daerah ini mau kooperatif. Tetapi dalam perjalannya sudah sangat merugikan, pihaknya terpaksa menempuh upaya administrasi kepada negara agar tidak ada yang dirugikan.   (BK.25)

 

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

INI  hanu yang  kedua. Soal menyatukan energi positif. Soal penyaluran ide-ide, juga soal panggung yang punya daya magis. Bicara berserakan sendiri-sendiri, jelas tidak efektif,...

CATATAN KHAS KMA

SAYA harus sering tulis soal ini. Siaran televisi digital. Ini penting, supaya migrasi dari analog ke digital, bisa berjalan sukses. Literasi televisi digital masih...

CATATAN KHAS KMA

KALI ini soal ASO. Bukan SO yang ramai di medsos itu. Kepanjangannya ada di judul. Di kalangan praktisi dan pemerhati lembaga penyiaran, tahu ini....

Peristiwa

Mataram, Bimakimi.- Semangat Hari Penyiaran Nasional 1 April 2020, telah memberikan momentum besar pada Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Nusa Tenggara Barat. KPID NTB berharap...

NTB

Mataram, Bimakini.- Wakil Gubernur NTB, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, mengapresiasi kegiatan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi NTB yang akan memberikan penghargaan berupa...