Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

‘Kartini’ Mbojo-Dompu

Upacara Hari Kartini di Pemkot Bima, Jumat.

JUMAT 21 April 2017 peringatan Hari Kartini digelar oleh pemerintah pada berbagai tingkatan. Lembaga dan instansi nonpemerintah pun menggelarnya dalam beragam kreasi dan inovasi. Umumnya kaum perempuan mengenakan kebaya. Ada suasana berbeda memang. Kaum wanita tampil dalam kefeminimannya. Terasa sejuk dipandang mata, karena balutan itu khas Indonesia dan melambangkan keanggunan pemakainya.

Ya, perempuan memang makhluk yang cukup banyak mendapat porsi bahasan dan kajian dalam perspektif agama maupun sosial. Diskursus tentang entitas perempuan dalam dinamika zaman senantiasa menjadi headline di ruang publik. Seakan keberadaan perempuan di jagad ini menjadi misteri yang selalu menarik perhatian. Perbincangannya pun seperti derasan air mengalir yang tidak kunjung sampai ke muara. Senantiasa online mengiringi irama sejarah dan hampir semua fase sejarah mendokumentasikan keberadaan dan perilaku perempuan pada zamannya.

Raden Ajeng Kartini hadir dalam suatu momentum bersejarah bagi kaumnya di Indonesia. Suatu gerakan yang menyadarkan kaumnya soal posisi strategisnya pada panggung sejarah. Menepis anggapan entitas perempuan yang seringkali dipandang sebelah mata, bahkan menyandang stigma kelas dua dari kaum Adam. Stigma inilah yang mulai dituntuhkan oleh Kartini.

Bagaimana memaknai Hari Kartini 2107? Tentu saja diharapkan kaum perempuan menjadikannya titik berangkat baru untuk berbenah. Esensi yang paling sensitif adalah tidak memaknainya sebagai kebebasan yang tanpa batas. Ada yang menilai dalam multiperan kaum wanita, ada yang kebablasan dalam mengekspresikannya. Padahal, pembebasan kaum Hawa harus merdeka dari kepentingan kapitalistik yang mengekploitasi kecantikan tubuh wanita. Pembebasan harus bertolak dari norma agama yang sudah menempatkan wanita pada posisi yang sangat mulia, terpuji dan terhormat.

Inilah antara lain semangat yang diperjuangkan oleh Kartini. bagaimana kaum wanita melihat potensi dirinya tanpa tercerabut dari identitasnya. Tanpa kehilangan nilai, norma, dan ajaran agamanya. Kartini mengekspresikan semua itu dalam karyanya Habis Gelap Terbitlah Terang. Min al-zulumat ila al-nur. Jadi kaum wanita harus mampu mengambil semangat dari perjuangan tidak kenal lelah Kartini. itulah tantangannya.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Saat ini, masih banyak dibutuhkan ‘Kartini-Kartini’ Mbojo-Dompu yang diharapkan mewarnai dinamika perjalanan pembangunan dan peradaban daerah ini. Peran yang terus direfleksikan dalam rutinitas peringatan Hari Kartini. Namun, jika peran ini gagal dimaknai, maka yang terjadi justru sebaliknya Habis Gelap Terbitlah Kelam. Min al-nur ila al-zulumat… (*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait