Connect with us

Ketik yang Anda cari

Ekonomi

Pasar Dimonopoli, Peternak Ayam Potong Lokal Meradang

ilustrasi ayam potong

Bima, Bimakini.- Harga ayam potong akhir-akhir ini melemah. Kondisi ini menyebabkan para peternak meradang. Lalu bagaimana? Apa masalahnya?
Ketua Gabungan Asosiasi Peternak Ayam Mandiri Se-Pulau Sumbawa (GAPAMSS) H Rahmat Hidayat, SH, mengelaim adanya upaya monopoli pasaran yang dilakukan oleh PT NIS. Imbasnya, para petani lokal sangat dirugikan.

Rahmat mengatakan,melemahnya harga ayam sekarang sangat berdampak pada para peternak ayam potong. Kondisi itu terjadi karena PT NIS paling besar dan ingin menguasai pasaran Bima dan Dompu. Imbasnya para peternak lokal ayam potong yang hanya memiliki modal pas-pasan sangat merugi. “Melemahnya harga ayam potong sudah berjalan selama tiga bulan,” katanya Senin (10/4) di Bolo.

Dijelaskannya, upaya monopoli yang dilakukan PT NIS sekarang sangat jelas. Hal itu dibuktikan cara pemasaran yang dilakukan. Melalui harga kontrak PT NIS dengan peternak yang bermitra, membeli ayam dengan harga Rp17.100 ribu, sedangkan melalui penangkap atau melalui pasaran PT NIS menjual seharga Rp15 ribu. “Hal ini jelas mengganggu kestabilan dan kenyamanan pasaran yang berimbas kepada peternak lokal, ujarnya.

Dalam hal ini, pihaknya sangat mengharapkan semoga Dinas Peternakan peduli terhadap para peternak lokal ayam potong. Caranya mendata semua kandang di Kabupaten Bima. Dari pendataan tersebut, pihak pemerintah bisa mengawasi masuknya bibit ayam potong. Berapa perusahaan dan berapa bibit untuk petani lokal atau mandiri. “Intinya kita harap pemerintah bisa melindungi para peternak lokal,” harapnya.

Warga Desa Leu Kecamatan Bolo, Jaidin, membenarkan kondisi itu. Upaya monopoli pasaran yang dilakukan PT NIS memang berimbas pada para peternak lokal. “Hal itu sudah berlangsung mulai bulan Januari 2017 sampai saat ini. Imbasnya kita sangat rugi,” katanya.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Berdasarkan kalkulasi sampai panen dari 1.000 ekor ayam per kandang, untuk pakan sebanyak 69 sak dengan total harga Rp24 juta, bibit 10 kotak seharga Rp7,5 juta. Biaya lain-lainnya Rp2 juta. Atau total yang dikeluarkan untuk 1.000 ekor ayam potong senilai Rp33,5 juta. “Itu biaya yang harus dikeluarkan untuk 1.000 ekor ayam potong per satu kali panen,” ujarnya.

Harga sekarang senilai Rp15 ribu per kilogram. Kalau ayam mengalami afkir atau tingkat kematian ayam sampai lima persen, maka sisa ayam tinggal 900 ekor. Kalau dikalikan harga Rp15 ribu, totalnya Rp29.925.000. Melalui kalkulasi ini sudah merugi sebesar Rp4 juta lebih. “Itu baru seribu ekor ayam, kalau dua ribu tinggal dikalikan saja. Semakin banyak ayam akan bertambah juga kerugian yang dialami,” terangnya.

Jaidin mengharapkan Pemerintah Daerah bisa menetapkan harga standar ayam potong senilai Rp19 ribu agar para peternak lokal tidak dihadapkan dalam kerugian terus seperti ini. “kita sudah mengalami kerugian selama tiga bulan,” akuinya. (BK36)

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait