Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

‘Buah’ Karakter Pendidikan

ADA dua momentum pada 2 Mei 2017 di Kota dan Kabupaten Bima yang secara jelas mengirim maknanya masing-masing. Sisi peristiwa yang hadir di depan mata jernih kita. Pertama, peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) digelar oleh pemerintah pada semua level. Umumnya meriah, setelah sebelumnya diwarnai beragam kegiatan dan lomba menyambutnya. Sepintas prosesi upacaranya khidmat, jika dipandang dari depan. Tetapi, di belakang barisannya tidak karuan. Sebagian tidak disiplin berada dalam barisan. Fenomena buruk seperti itu tidak hanya Hardiknas, tetapi hampir menerobos semua momentum upacara.

Saat yang bersamaan, ada sejumlah pelajar Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/SMK) yang bereuforia merayakan kelulusannya. Seperti lazimnya, mereka bermain warna mencolok. Baju dan celana penuh belepotan tulisan dan tandatangan. Setelah itu, mengekspresikannya di jalanan umum secara bergerombol. Meski konsentrasinya tidak lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya, namun pilihan sikap mereka itu tetap saja menodai makna pendidikan. Mereka memang lulus, tetapi gagal memaknainya. Administrasi yes, kualitas karakter masih payah. Meski demikian, sekolah yang membangun sistem pertahanan agar siswanya tidak liar dan lepas kendali seperti itu harus diapresiasi. Tinggal dicontoh oleh sekolah lain.

Apakah sih makna pendidikan yang ingin dituju? Seperti disampaikan Wakil Bupati Bima, H Dahlan, yaitu kecerdasan berkarakter. Ya, tidak hanya unggul dalam level intelegensia yang terekspresi melalui penccapaian nilai pelajaran, tetapi juga memiliki karakter kuat sebagai pribadi yang bersiap dewasa. Fenomena masih munculnya aksi corat-coret seragam dari pelajar SMA/SMK di Dana Mbojo selayaknya dilihat sebagai muatan buruk yang mesti segera diamputasi.

Sekarang harus ditemukan bagaimana cara meredamnya melalui strategi konten acara, mekanisme pengumuman kelulusan, dan penyadaran. Aksi liar mereka di jalanan dalam kondisi rambut belepotan warna cat dan seragam yang tidak lagi berbentuk aslinya, jika disadari merupakan pukulan balik kepada sekolah dan guru. Suatu hook kanan plus jab yang menghujam dataran pendidikan karakter yang selama ini digaungkan.

Marilah kita berefleksi. Melihat sisi lain 2 Mei ini dalam kebeningan kesadaran. Seperti sodokan gambaran yang disampaikan seorang Facebooker, soal dinamika pelajar di Dana Mbojo. Katanya, saat usia Taman Kanak-Kanak, bocah-bocah diajari dan diberi contoh berbagai karakter positif. Tetapi, ketika usia SMP dan SMA, nilai-nilai positif itu seolah hilang tidak berbekas. Ada apa dengan pelajar kita? Di mana sebenarnya posisi orang tua? Di bilik mana guru berada saat itu? Jelas saja, situasi ini tamparan keras bagi Hardiknas. Karakter tidak positif seperti ini bukan ‘buah’ pendidikan yang diharapkan. Bagaimana menurut Anda? (*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait