Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

Degradasi Wibawa Birokrasi

JAGAD dunia nyata dan dunia maya Dana Mbojo, Rabu (03/05/2017) sore lalu ramai. Ada peristiwa heboh yang ditanggapi beragam dan menggelitik oleh para nitizen. Suasana prosesi pelantikan puluhan pejabat struktural diwarnai protes oleh keluarga pejabat. Lokasinya di aula kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima. Ada yang mengamuk karena istrinya tidak masuk dalam gerbong mutasi dan pelantikan. Meski locus delicti-nya di luar arena pelantikan, tetapi daya gaungnya hingga menembus dunia maya. Bahkan, menjadi viral. Apalagi melibatkan elit legislatif.

Di kedai dan warung teh-kopi, bahkan ruangan birokrasi menjadikannya bahan perbincangan hangat. Umumnya melihatnya dalam sentimen negatif, meski ada beberapa yang memahami alur logika protesnya dari sudut benefit politik.

Heboh kejadian menagih jabatan itu sungguh merupakan tamparan keras. Tidak hanya bagi objek sasaran, tetapi juga bagi ‘kesehatan psikologis birokrasi’. Ya, aksi protes seperti ini sudah berulangkali terjadi dalam pemerintahan Dinda-Dahlan. Diawali pemalangan sejumlah Sekolah Dasar di Kecamatan Woha, lalu Ketua Tim Gender Kecamatan Bolo yang berkoar-koar soal jatah Kepala Sekolah yang selayaknya diberikan kepada mereka yang berkontribusi ketika Pilkada 2015. Kabarnya di Wera pun ada riak-riak, namun teredam.

Fakta ini menunjukkan ada yang tidak beres dalam ‘keadilan distributif’ jabatan. Memang sulit meredam nafsu jabatan. Apalagi, jika sudah ‘berkorban jiwa, raga, dan materi’ seperti yang tergaung Rabu sore itu.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Tiga kejadian terakhir soal rebutan dan tagihan jabatan itu jelas mengonfirmasi adanya ‘pergerakan bawah tanah’ pada Aparatur Sipil Negara dalam kubangan politik praktis. Ke depan sisi sensitif ini harus diatensi oleh Pengawas Pemilu. Hal mustahil jika tidak mampu memetakan dan mengidentifikasinya. Tidaklah sesulit mencari jarum pada tumpukan jerami kan? Aspek lain, ribut-ribut soal jabatan ini memalukan. Mendegradasi  wibawa birokrasi di depan mata publik. Cuitan-cuitan di Media Sosial, setidaknya menggambarkan bagaimana wibawa birokrasi kian tergerus. Kasus itu pula mengonfirmasi bahwa politik transaksional atau transaksi jabatan telah sedemikian akut.

Masalahnya jika soal bagi-bagi jabatan ini belum sepenuhnya tuntas dan potensi protes kian deras, ini sinyal buruk. Suatu kondisi kontraproduktif bagi Bima RAMAH. Jelas aksi protes dan imbasnya, tidak berkorelasi dengan Bima RAMAH yang digemborkan.  Ini Bima MARAH-MARAH…(*)

 

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait