Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

Zonasi Penerimaan Siswa

Dok acdp-indonesia-koran Sindo

PEKAN ini, kita disuguhi wacana baru dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) soal sistem penerimaan siswa baru tingkat SMA tahun ajaran 2017-2018. Gubernur NTB akan memakai pola zonasi. Maksudnya, setiap siswa akan diterima pada SMA terdekat pada wilayah bermukimnya. Pertimbangannya, mendekatkan siswa dengan lingkungan sosialnya, pemerataan jumlah siswa, dan agar sekolah bisa bersaing sehat. Itu berarti tidak lagi sembarang bagi orang tua memasukan anak ke sekolah.

Pola zonasi ini ada kategorinya. Umum 50 persen, miskin 30 persen, dan prestasi 20 persen. Bagi yang berprestasi akademik maupun nonakademik, bisa bebas memilih sekolah pada seluruh wilayah asalkan disertai bukti. Itulah gambaran umum dari penerapan zonasi itu. Hanya saja, karena masih baru dan belum ada sosialisasi yang intensif, wacana itu bak gelegar kilat saat siang hari. Mengagetkan. Ada sejumlah reaksi yang muncul.

Apa yang ditunjukkan oleh legislator Kota Bima dalam reaksinya, menunjukkan belum “membuminya” pola ini dibahasakan ke publik. Hal yang jelas, semua pola yang coba diketengahkan, pasti ada sisi kelebihan dan kelemahannya. Seperti argumentasi dan rasionalisasi yang dibangun para wakil rakyat. Sepintas, memang kendala teknis seperti itu muncul di ruang publik. Namun, sebagai suatu pola baru bagi NTB, keseluruhan semangat pesannya yang selayaknya segera disampaikan.

Apakah bisa efektif bagi peningkatan kualitas pendidikan di Dana Mbojo? Tentu saja tidak bisa disimpulkan secepat, karena suatu sistem akan ‘berbenturan dan berdialektika dengan fakta lapangan Mbojo’. Tentu akan ada evaluasi pada tahapan prosesnya. Jika merujuk Kota Malang, misalnya, sejak puluhan tahun lalu menerapkan persentase kuota dan zonasi bagi pelajar luar Malang dan Jawa Timur untuk menjadi bagian dari pelajar setempat. Penerapan itu karena ada kecenderungan Malang diserbu pelajar luar daerah atau mereka yang kos mengikuti kakaknya berstatus mahasiswa. Memberi kesempatan kepada pelajar kota setempat untuk menikmati kursi kelas.

Pola zonasi ini memang makhluk baru dan asing. Namun, semangatnya adalah mendekatkan lingkungan sosial, memeratakan jumlah siswa, dan sekolah bisa bersaing sehat. Selebihnya, para pakar pendidikan-lah yang lebih berkompeten membahasakan sudut pandang dan argumentasinya dalam pisau analisis tajam dan kritis. Setajam silet…(*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait