Bima, Bimakini.- Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Madrasah di Kabupaten Bima, Alwi, SPd, keberatan terhadap vonis Hakim Pengadilan Agama Bima tentang pembatalan nikah. Warga RT 09 Desa Mpuri Kecamatan Madapangga itu akan mengupayakan langkah hukum dan akan menggugat amar putusan Hakim Pengadilan Agama Bima ke Dewan Etik.
Adapun Hakim yang akan dilaporkan adalah Mulyadin (Ketua Majelis), Agus Sofwan Hadi (Hakim anggota), M Isna Wahyudi, (Hakim Anggota), Arifudin Yanto (Panitera Pengganti) dan. Nurhayati (Panitera Pengganti).
Alwi mengatakan, upaya yang dilakukannya menyusul amar putusan Hakim yang memenangkan kubu Sumarni dalam sidang perkara pembatalan nikah tanggal 30 Januari 2017 dengan putusan perkara Verstek Nomor:1750/Pdt.G/2016/PA.Bm.
Dalam perkara ini, Sumarni sebagai penggugat, sedangkan Alwi tergugat I dan Alfatunniswah tergugat II. Menyusul putusan tersebut, Alwi melakukan upaya melawan keputusan Hakim pada sidang tanggal 12 Juni 2017 putusan perkara Verzet Nomor: 1750/Pdt.G/2016/PA.Bm,
“Pada perkara kali ini, pihak Sumarni kembali memenangkannya,” katanya.
Katanya, putusan perkara Verzet Nomor: 1750/Pdt.G/2016/PA.Bm.
dinilainya janggal, lantaran saksi kubu Sumarni memberikan keterangan sepihak, bahkan tidak berdasar. Tidak faktual menurut UU dan ketentuan hukum yang berlaku.
Dugaan banyak kejanggalan itu, Alwi mengisyaratkan akan mendatangi PA Bima dengan Wahyudin dan Khaerurahman untuk mendiskusikan hasil putusan Hakim tersebut. Tidak saja itu, sudah memasukan pengaduan ke Polres Bima Kota pada Sabtu (17/6/2017) perihal laporan pengaduan terhadap beberapa saksi yang telah memberikan keterangan palsu.
Ketua Pengadilan Agama Bima, Drs Muhammad Camuda, MH, menanggapi sikap Alwi itu. Upaya hukum terkait putusan Hakim, sah-sah saja asalkan menurut prosedural yang jelas. “Termasuk untuk melakukan upaya banding,” katanya.
Akan tetapi, kalau ingin mendiskusikan atau mengelarifikasi hasil putusan Hakim, hal itu tidak bisa dilakukan. Apapun yang keputusan yang sudah diputuskan oleh Hakim tidak bisa didiskusikan. Hal itu akan bertabrakan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2002. “Keputusan Hakim tidak bisa didiskusikan,” tegasnya. (BK36)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.