Connect with us

Ketik yang Anda cari

Ekonomi

Bertani Garam, Cara Pemuda ini Mandiri dan Hindari Konflik Sosial…

Bima, Bimakini.- Sebagian anak muda Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima kini bertani garam. Di tengah musim kemarau seperti ini, mereka mengakui banyak menghasilkan uang dari produksi garam.

Saat ini petani garam berkurang, padahal permintaan pasar meningkat. Ditambah lagi harga garam mencapai Rp100 ribu per sak. Lumayan kan?

Kenakalan remaja tentu bukan hal baru tercium di wilayah itu.  Seperti terlibat  tindak kriminal, Narkoba, Miras, dan obat-obatan terlarang. Pelaku utamanya dari kaum muda. Namun, banyak juga pemuda yang menyadari bahwa beraktivitas adalah cara untuk menjauhkan diri dari perbuatan terlarang itu.

Seperti disampaikan Khairul (23), pemuda Desa Donggobolo. Dia  mengaku, sudah empat tahun menjadi petani garam, meski belum berkeluarga, namun bekerja pada tambak milik orang tuanya.

“Saya sudah empat tahun bertani garam di tambak milik orang tua, sekian banyak tempat produksi garam itu saya kelola sendiri. Sebagian besar hasilnya saya berikan ke orang tua,” jelasnya di Woha, Selasa (18/07).

Diakuinya, satu tahun pertama, dari hasil penjualan garam  bisa membeli sepeda motor Yamaha RX King. Namun, belum genap satu tahun dibeli, sepeda motor impian berwarna hitam tersebut dicuri orang.
“Saat itu masih banyak orang bertani garam, sehingga harganya tidak terlalu mahal seperti ini, tapi saya bisa membeli motor empat tahun silam itu,” jelas pria yang akrab disapa Brom ini.

Tetapi, kata dia, di tengah harga garam melambung tinggi seperti saat ini, petani garam semakin berkurang saja. “Hanya beberapa orang, termasuk ada beberapa pemuda memiliki tambak sehingga mereka termotivasi untuk bertani karena melihat harga garam melonjak,” akuinya.

Ditambah lagi permintaan pasar semakin tinggi sehingga memengaruhi harga.  “Harga garam saat ini 100 ribu per sak,”  ujarnya.

Hal yang sama disampaikan Syahrul Amar, pria beristri dan beranak satu ini sudah lama bergelut di tambak. Bahkan,  bersekolah dari jasa orang tuanya. Syahrul mengaku harga garam saat ini fantastis. Namun, harga yang seperti itu, ternyata pembeli masih saja kesulitan mendapatkannya.

“Permintaan pasar sangat tinggi, namun produksi kurang, sehingga berimbas petani mau menaikan lagi harga garam,” katanya.

Kata pria kelahiran Dusun Godo Desa Dadibou itu, ada beberapa pemuda Donggobolo yang gemar memroduksi garam ditambak miliknya. Pekerjaan itu positif, bisa mengurangi pemuda terlibat dalam tindakan negatif karena memiliki aktivitas lain.

“Kami cukup menikmati hasil produksi garam. Kalau semua pemuda mau berkata keras insya Allah Bima aman selalu, tidak ada lagi konflik. Sebab konflik hanya diciptakan untuk orang-orang tidak memiliki pekerjaan,” ujarnya. (BK34)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Advertisement

Berita Terkait