Connect with us

Ketik yang Anda cari

Olahraga & Kesehatan

Di Lembaga Cahaya Insani, Pasien Narkoba dan Kejiwaan Diterapi Gratis

 

Foto Firman: Muhdin saat memberikan terapi kepada pasiennya di RT 09 RW 04 Dusun Sarae Desa Rabakodo Kecamatan Woha.

Bima, Bimakini.- Sekarang ini dalam hampir setiap interaksi, setiap jasa mendapat imbalan uang. Namun, berbeda yang dilakukan Muhdin Umar, warga RT 09 RW 04 Dusun Sarae Desa Rabakodo Kecamatan Woha. Rasa sosialnya begitu tinggi. Membantu orang lain menemukan kembali semangat hidup dan kesehatan jiwanya. Seperti apa?
Bersama istrinya mendirikan sebuah lembaga sosial yang diberi nama Cahaya Insani. Lembaga yang sudah mulai berkarya sejak 2002 itu  melayani pengobatan gratis terapi korban Narkoba dan gangguan kejiwaan.

Saat didatangi wartawan, Muhdin  sedang menerapi seorang pasiennya. Dia menimba pengalaman ketika merantau di Jakarta. Setelah mapan dan berpengalaman, sang guru menyarankannya kembali ke  Bima. “Saat pertama kembali ke Bima saya bawa serta enam pasien korban Narkoba,” kisahnya di Woha, Sabtu lalu.

Setelah melalui proses terapi alami kurang dari setahun, keenam pasien  itu akhirnya sembuh total. Kembali hidup berbaur dengan masyarakat umum.   “Bahkan. ke enam pasien itu sudah menikah dengan orang Bima. Sudah normal seperti semula. Malah sudah ada yang jadi pengusaha,” kisahnya.

Lama kelamaan, tempatnya terus didatangi pasien. “Kita tidak pernah mengundang mereka datang berobat. Tapi kita tetap menerima mereka dengan niat membantu sesama dan sosial,” tuturnya.

Terapi tersebut diselenggarakan secara swadaya, namun dari orang tua pasien juga ada bentuk partisipasi sekadarnya. Lama pasien menjalani terapi  bergantung dari kondisinya. Bahkan, seorang pasien seperti Sulaiman asal Kecamatan Langgudu sudah berada di tempatnya sejak 8 tahun silam.

Muhdin mengaku  tidak sertamerta langsung menerima pasien untuk diterapi. Namun, selalu disarankan agar terlebih dahulu dibawa ke Rumah Sakit Jiwa di Mataram. “Sepulang dari Rumah Sakit Jiwa rata-rata mereka normal. Tapi kalau obat sudah habis, kambuh kembali. Jalan terakhir, kita yang terapi,” paparnya.

Pasien yang ikut terapi di tempatnya selama ini lantaran pengaruh Narkoba dan kejiwaan. Bahkan, ada juga yang stres karena pekerjaan maupun ditinggal suami atau pacar. “Saat ini banyak yang antre mau masuk, tapi kami ndak berani menampung karena tempat yang tidak mencukupi,”  ujarnya.

Foto Firman: Inilah sebagian dari pasien yang kini ditangani Muhdin.

Muhdin menerapkan  pengobatan melalui pendekatan kejiwaan maupun  keagamaan,  rukyiah dan ritual ibadah lainnya. “Bukan itu saja, kita juga mandikan dua sampai tiga kali setiap hari,” ujarnya.

Awal datang, para pasien tidak langsung  diobati. Melainkan  harus melalui tahap pengenalan tempat dan tahapan rutin lainnya. “Awalnya mereka ada yang dipasung atau diratai, kalau kondisi pasiennya parah. Hal itu dilakukan untuk menjaga melarikan diri dan agar tidak berontak. Lama-kelamaan kita lepas setelah kejiwaannya mulai membaik,” ungkapnya.

Bukan hanya pasien dari masyarakat umum saja yang pernah mendatangi tempatnya, ada juga dari anggota Polri maupun TNI. “Alhamdulillah sudah normal kembali,” kenangnya.

Awalnya kegiatan terapi tersebut hanya dilakukan di rumah tempat tinggalnya sendiri. Bersama keluarganya satu rumah dengan pasien. Namun, sekarang sudah ada tempat yang agak luas untuk menampung mereka.

Selama mendirikan tempat terapi tersebut, nyaris tidak pernah mendapat  perhatian dari pihak lain maupun Pemerintah Daerah. Meski tidak ingin menuntut kepedulian pemerintah, namun dilihat dari kondisi ekonomi Muhdin dan keluarganya tidak memungkinkan terus membiayai kehidupan pasien selama menjalani proses terapi.

Katanya, sangat membutuhkan uluran tangan dermawan maupun perhatian dari Pemerintah, namun sungkan mengutarakan kekurangannya.

Saat ini, tempat yang dijadikan terapi tersebut hanya beralaskan seng apa adanya, tanpa ada penutup pada semua sisinya. Sekaligus sebagai tempat tidur para pasien.

Hal demikian kerap sekali memicu perkelahian antara sesama pasien. “Kadang sewaktu-waktu penyakit mereka kambuh dan memukul teman lain karena tidak ada jarak antara satu dengan lainnya,” katanya.

Sebenarnya,  antarpasien harus terpisah untuk mencegah agar tidak berkelahi atau memukul. Selain itu,  memudahkan proses pemulihan mental agar membutuhkan waktu yang lebuh cepat.  Saat membutuhkan  kolam untuk merendam pasien dam  sarana dan prasarana ekstra selain terapi kejiwaan. (BK39)

 

 

 

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait