Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

Inovasi dari Bandung

 

DOK Humaspro: Wali Kota Bandung, M Ridwan Kamil dan Wali Kota Bima, HM Qurais usai meneken MoU Program Smart City.

Wali Kota Bandung, M Ridwan Kamil, mengunjungi Kota Bima Rabu lalu. Dia datang untuk menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bima berkaitan dengan Program Smart City (Kota Pintar atau Kota Cerdas). Kang Emil–begitu pria itu akrab disapa—hadir hanya beberapa jam dan memaparkan berbagai konsep pendekatan pembangunan yang dilakukannya. Pemaparannya menggoda. Bahkan, terasa seksi karena menyita perhatian secara luas.
Setidaknya ada dua beberan yang memerlukan pembahasan masyarakat Kota Bima agar lebih menghangatkan suasana. Pertama, pengondisian 1.500 Dokter untuk mendatangi warga miskin yang sakit di rumah mereka masing-masing. Satu terobosan yang perlu diadopsi. Pemerintah memfasilitasi ‘gerilya’ Dokter ke rumah masyarakat miskin. Terobosan kesehatan yang luar biasa. Bisa mematahkan sentilan yang selama ini terasa getir jika diucapkan: Orang Miskin Dilarang Sakit! Ya, aspek kesehatan memang perlu mendapatkan perhatian karena bagi masyarakat miskin mendengar kata Dokter saja sudah terbayang lembar-lembar rupiah yang siap melayang.
Kedua, dalam pelayanan pembuatan administrasi kependudukan. Seperti pengakuan Kang Emil, di Bandung setelah menyerahkan berkas pembuatan Kartu Keluarga, hasilnya akan diantar langsung oleh petugas menggunakan sepeda motor ke rumah warga yang mengurusnya. Pendekatan pelayanan yang sungguh memanjakan masyarakat. Suatu peneguhan  paradigma pemerintah memang hadir untuk melayani warga. Jika saja Kota Bima bisa mengadopsi utuh pelayanan dokumen kependudukan itu, maka bakal ada ‘revolusi pelayanan’ bidang lain yang bisa diaplikasikan.
Smart City memang terobosan penting untuk mengimbangi mobilitas masyarakat dan dinamika suatu kota. Konsep Kota Cerdas secara umum meliputi Smart economy, smart mobility, smart environmental, smart government, dan smart living. Konsep itu bisa memberikan akses dan fasilitas yang baik kepada masyarakat, sehingga bisa menjadi roda yang mengurangi kesenjangan ekonomi dan sosial.
Ada pakar yang mengidentifikasi hambatan dalam mengembangkan konsep Smart City, yakni masalah pembiayaan, regulasi, sumber daya manusia, dan infrastruktur. Masalah dana memang alasan klasik. Tahun 2015, Kota Bandung mengalokasikan Rp25 miliar untuk Smart City, tahun  2016 mengganggarkan Rp100 miliar. Bagaimana dengan ‘kesehatan anggaran’ Kota Bima? Memang untuk mencapai sasaran objek 100 kilometer, haruslah dimulai dari langkah pertama. Kota Bima sudah memulainya dan menggandeng Kota Bandung.
Lebih dari itu, sisi sumber daya manusia aparatur dan masyarakat perlu segera dikondisikan agar karakter dan mentalitasnya matching dengan gagasan inovatif Smart City. Pertanyaannya adalah sudah siapkah mentalitas aparatur dan masyarakat menyambutnya? (*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait