Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

Penolakan dari Kolo

 

Warga menyegel Kantor Lurah Kolo sebagai protes pejabat sebelumnya dimutasi.

DI sudut Utara Kota Bima, Sabtu (12/08/2017) pagi lalu, ada pergerakan massa yang mengepung Kantor Kelurahan Kolo. Mereka memalangnya. Membentangkan spanduk disertai bubuhan tandatangan penolakan terhadap mutasi yang dilakukan Wali Kota Bima, HM Qurais, terhadap Lurah Kolo, Rustam. Orasi menggaung bebas dalam sudut kritikan dan sorotan tajam. Menyeruak bersama semilir angin di wilayah pesisir itu. Dalam penilaian warga, sang Lurah sudah ‘menyatukan denyut nadinya dalam kekentalan dinamika sosial setempat’. Senin (14/08) penolakan itu disertai surat keberatan yang dibawa saat aksi lanjutan.

Warna penolakan di Kolo itu memang bukanlah seri perdana dari dinamika mutasi. Sebelumnya, PLT Kepala Kelurahan Sarae, Faruk, dimutasi ke Kelurahan Pane. Meski merupakan ajang promosi, namun warga Sarae tetap kritis menawarkan pertanyaan dan solusi: mengapa tidak didefinitifkan saja di Sarae yang warganya merasa sudah ‘matching’ dengannya.

Dua kasus penolakan mutasi itu menawarkan pesan. Kehadiran seorang pemimpin yang mampu menarik simpati dan dukungan partipasi masyarakat merupakan modal kuat untuk menggerakan potensi. Sinergi antara pemerintah dan komponen masyarakat merupakan pintu masuk untuk percepatan perubahan, pada bidang apapun. Sinyal antena birokrasi tidak boleh lengah menangkapnya, karena merupakan vitamin segar pembangunan. Lalu selanjutnya dipaduserasikan dalam produk kebijakan.

Pada akhirnya adalah warna aksi masyarakat hanyalah letupan sesaat yang sebentar kemudian melebur dalam keseharian rutin birokrasi. Tidak ada yang berubah dan diubah! Meski mampu mengemas argumentasi dan membangun logika penolakan, namun SK tetaplah SK. Apalagi, itu hasil mutasi injury time dari batasan waktu yang diberi ruang oleh aturan.
Nah, Kolo pun diperkirakan demikian. Birokrasi (politisi) memiliki pertimbangan sendiri dalam penempatan pejabat. Mengubah Surat Keputusan hanya karena aksi demo, apalagi yang ‘berskala datar-datar saja’ seperti itu adalah pertaruhan gengsi. Mengalah dari desakan massa bisa dipersepsikan meruntuhkan citra.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Kita mengharapkan apa yang terjadi di Kolo itu hanyalah reaksi spontan kekagetan warga.  Bukan karena provokasi kepentingan lain, karena sisi ini rawan kalau dieksploitasi liar. Pertanyaannya, seberapa tinggi level kecintaan masyarakat terhadap posisi pejabat (Lurah) yang bukan dipilih secara langsung itu? Sebaliknya, kita berharap pula  sentimen politis by design jauh dari  produk SK mutasi Lurah Kolo itu. Namun, semata-mata ajang tour of duty kepada Rustam agar menambah ruang lingkup gerak dalam belantara birokrasi. Tujuannya agar menemukan warna performa terbaiknya.

Soal mutasi, apalagi menjelang Pilkada 2018, memang rawan dicurigai sebagai persiapan ‘operasi politis’. Wajar saja. Dalam standar baku, politisi gesit memang tidak sembarangan mengubah dan mengutak-atik ‘posisi pion yang ditempatkannya pada kotak catur’. (*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait