Bima, Bimakini.- Proses perekrutan 100 Guru Tidak Tetap (GTT) di Kabupaten Bima yang menuai kontroversi terus menjadi objek sorotan. Organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Bima mengisyaratkan akan melaporkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram dalam waktu tidak lama lagi.
Seperti diisyaratkan Sekretaris PGRI Kabupaten Bima, Chairunnas, MPd, saat dikonfirmasi awak media melalui telepon seluler Senin (23/10). “Kita akan bawa persoalan perekrutan 100 GTT ke PTUN, selain itu akan dilaporkan juga pada Ombudsman Perwakilan NTB dalam waktu dekat ini,” janjinya.
Dijelaskannya, sebelum melaporkannya hingga saat ini terus mengumpulkan data pada sejumlah wilayah kecamatan. Perkembangannya cukup signifikan. “Dari sejumlah kecamatan, tinggal data dari dua wilayah yang masih kita tunggu,” ujarnya tanpa menyebut dua nama kecamatan yang dimaksudkannya.
“Jika data pada dua wilayah kecamatan tersebut sudah masuk, maka PGRI Kabupaten Bima akan mengajukan gugatan pada PTUN dan Ombudsman Perwakilan NTB,” tambahnya.
Dikatakannya, saat mengajukan gugatan PGRI harus memiliki data lengkap, tidak sekadar pengakuan secara lisan atau asumsi saja. Hal itu supaya gugatan yang diajukan nanti tidak sia-sia. Beberapa hari lalu, PGRI sudah bersurat kepada Bupati, Badan Kepegawaian dan Diklat, Dinas Dikbudpora yang ditembuskan ke PGRI NTB. Isinya meminta Surat Keputusan pengangkatan 100 GTT oleh BKD itu dibatalkan.
Chairunnas beralasan data yang digunalan oleh BKD dalam pengangkatan 100 GTT itu tidak berbasis dari data Dinas Dikbudpora. Misalnya, ada guru yang hanya tamat Sekolah Menengah Atas, tidak mengabdi di wilayah terpencil dan masa pengabdiannya di bawah tujuh tahun, tetapi diangkat sebagai GTT.
Dibeberkannya, berdasarkan data dari Dinas Dikbudpora, sekitar 400 guru sukarela yang tersebar pada seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Bima yang memenuhi syarat. “Justru tidak diangkat sebagai GTT,” ungkapnya.
Mestinya, kata dia, data 400 orang bersumber dari Dinas Dikbudpora itu yang memenuhi syarat dan harus diangkat menjadi GTT. Bukan memberikan SK pada mereka yang disinyalir tidak memenuhi syarat. Untuk itu, atas nama PGRI akan membawa persoalan itu ke PTUN dan Ombudsman Perwakilan NTB. “Jika seluruh alat bukti dinilai lengkap,” ujar Kepala SMPN 3 Woha ini.
Mengenai perbedaan pernyataan pejabat Pemkab Bima berkaitan proses perekrutan 100 GTT itu, Chairunnas mernyesalkannya. Perbedaan pernyataam para pengambil kebijakan itu menandakan lemahnya koordinasi dan pengawasan oleh Pemkab Bima. (BK29)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.