Ada yang menggelitik kesadaran kita tentang besarnya rencana alokasi RAPBD 2018 Kota Bima. untuk gaji honorer saja Rp1,3 miliar. Angka yang tidak kecil. Ini menunjukkan jumlah pegawai honor di Kota Tepian Air ini cukup besar. Buktinya APBD harus terbebani dengan angka itu.
Data ini diungkapkan Ketua Komisi III DPRD Kota Bima, Syahbuddin. Fakta ini disandingkannya dengan usulan pos belanja rekonstruksi banjir bandang pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bima hanya Rp370 juta. Ini memerlihatkan bahwa APBD kita masih belum berpihak kepada publik. Apalagi publik di Kota Bima, masih dihadapkan dengan masalah penanganan pascabanjir 2016 lalu.
Kritik Syahbudin wajar. Karena ingin merepresentasikan realitas korban banjir yang masih banyak menumpang di kolong rumah warga. Atau hidup di tenda dengan terpal tanpa sanitasi. Wajah RAPBD 2018 Kota Bima, seolah tidak mencerminkan situasi sosial saat ini.
Komposisi anggaran ini perlu dicermati ulang oleh eksekutif. Pun demikian, legislatif harus menguatkan kontrol terhadap rencana kebijakan eksekutif yang akan menggunakan uang rakyat. Salah satu fungsi legislatif adalah anggaran, sehingga jangan sampai kecolongan atau justru berselingkuh soal perencanaan.
Apalagi diungkapkan juga, jika RAPBD 2018 jauh menyimpang dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Fakta ini menguatkan bagaimana eksekutif mengelola anggaran atas nafsu sendiri. Tidak menjadikan RPJMD sebagai pijakan dalam merumuskan kebijakan anggaran.
Karena jelas, RPJMD menjadi rambu penyusunan anggaran dan pencapaian tujuan. Jika melenceng, maka bisa dipastikan menyimpang dari arah yang ingin dicapai.
RPMJD biasanya berisi rumusan, identifikasi persoalan yang ada di Kota Bima. Identifikasi masalah itu selanjutnya dituangkan dalam kebijakan anggaran, agar semua bisa diselesaikan. Tidak ada lagi masalah, sehingga tujuan dianggap berhasil.
RPJMD itu dirumuskan dari Visi-Misi Kepala Daerah. Maka publik tinggal membuka kembali file visi-misi kepala daerah tersebut. Apakah vis-misi itu tergambar dalam RPJMD dan APBD. Jika tidak maka kita berada dalam kesesatan kebijakan anggaran.
Sebelum tersesat lebih jauh, maka dewan harus terus mengawal hingga penetapan APBD 2018. Jangan sampai ini kritik dewan hanya angin lalu, karena tidak mampu menjaga amanah rakyat Kota Bima. Demikian juga dengan element lain bisa ikut mengontrol kerja legislatif dalam mengelola anggaran rakyat.
Padahal, seperti diungkapkan Syahbudin, Wali Kota sendiri mengakui masih banyak utang pembangunan belum terselesaikan sesuai dalam RPJMD dan berjanji akan memenuhi pada tahun anggaran 2018. Nyatanya, tidak.
Syahbudin menuding pejabat di Pemkot Bima tidak mampu menjabarkan keinginan Wali Kota, sehingga banyak rencana penganggaran keluar dari RPJMD. Publik berharap ada evaluasi dan kemauan kepala daerah untuk melihat dokumen yang ada, agar tidak terus tersesat. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.