Mataram, Bimakini.- Strategi kampanye hitam (Black Campaign) dalam ruang politik dinilai sebagai tindakan pengecut. Itu menunjukkan sikap politik yang tidak siap berkompetisi secara gentlemen. Kampanye hitam dalam konstestasi Pilkada merupakan strategi politik yang bertujuan untuk mendelegitimasi lawan politik, dengan cara tidak fair.
Hal itu disampaikan Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto SH, Kamis (11/1) melalui siaran persnya.
Lanjutnya, kampanye hitam terkadang dijadikan alat untuk menekan secara psikologis dan politik, para kandidat yang memiliki masa lalu yang buruk dan terbongkar oleh lawan politiknya. Tujuannya untuk menyebarkan citra buruk terhadap lawan dihadapan publik. Muaranya mempengaruhi persepsi publik.
“Problem utama politisi atau kandidat saat ini bukan masa depannya, tapi masa lalunya yang buruk. Karena kerap dijadikan alasan pembenar,” ucap pria yang akrab disapa Didu ini.
Didu menambahkan, kampanye hitam biasanya dilakukan secara sistematis. Dengan target melakukan demoralisasi terhadap lawan politiknya, sampai tidak berdaya dihadapan konstituen. “Serangan kampanye hitam yang dilakukan biasanya memakai sejumlah perangkat yang dipublikasikan atau melalui selebaran info yang tidak jelas sumbernya,” ungkapnya .
Selain mempermalukan lawan politiknya, kampanye hitam juga sebagai alat untuk melakukan bargaining terhadap lawan politik. Agar mengerti dan memahami apa yang menjadi maksudnya. “Interest atau niat mereka melakukan black campaign itu, untuk menyandera kepentingan lawan politiknya,” ujar Didu.
Untuk mencegah dan menutup ruang black campaign, sebaiknya kandidat calon kepala daerah mulai mentradisikan sikap terbuka terhadap masa lalunya. Serta menjauhi tindakan – tindakan yang bisa dijadikan sebagai pintu masuk dan alasan pembenar untuk merusak citra politiknya.
“Cara tepat melawan black campaign yakni memanfaatkan balik strategi kampanye hitam untuk menaikkan pamor politik yang terkesan dizolimi,” tegasnya.
Sementara Sekretaris Mi6, Lalu Athari Fathullah SE menambahkan, pertarungan politik yang sportif dan berintegritas sesunggunya adalah pertarungan yang mencari pemimpin atau kepala daerah dengan mendepankan Visi – Misi. Bertarung secara sportif tanpa harus menjatuhkan lawan politik lainnya.
Menurutnya, media sosial merupakan sarana yang sangat mudah dijadikan alat untuk melakukan Campign Negatif. Isue yang disebarkan dengan cepat bisa menjadi konsumsi publik, padahal belum tentu jelas kebenarannya.
“Cara-cara seperti ini sesungguhnya tidak benar. Baik dalam kompetisi untuk mencari calon pemimpin maupun yang lainnya. Namun sebaliknya, strategi black campaign itu kerap berbuah manis untuk paslon yang diserang,” pungkasnya. (PUR)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.