Kota Bima, Bimakini.- Munculnya aksi terorisme dan kelompok yang diduga sebagai dalangnya untuk tidak dimusuhi, namun dijadikan sebagai saudara. Jika dijauhi, maka justru Negara akan kesulitan membendung aksinya.
Hal itu disampaikan Ketua FKUB Kota Bima, H Eka Iskandar, MSi saat acara bedah Novel “Akulah Istri Teroris” yang diadakan Polres Bima Kota bekerjasama dengan Gerakan Indonesia Menulis, Kamis (31/5).
Dikatakannya, jika kelompok itu dianggap terus sebagai musuh, maka akan memunculkan perlawanan. Maka, ttidak boleh dijauhi, namun dirangkul.
“Semakin dijauhi, makin akan membentuk kelompok yang tidak bisa dibendung dan negara kewalahan mengatasinya,” ujarnya di aula Mapolres.
Selama ini, kata dia, FKUB sudah berupaya untuk mewujudkan kerukunan beragama di Bima. Maka, apapun yang muncul di luar, tidak boleh terjadi di Bima.
Untuk itu, kata dia, ketika muncul peristiwa, maka segera disikapi dengan menggelar pertemuan. Juga sudah mendeklarasikan bawah Bima bukan zona merah terorisme.
Mengenai adanya ide untuk memfilmkan novel “Akulah Istri Teroris”, maka diharapkannya tidak ada setting adegan di Bima. Jika itu terjadi, maka sama halnya menstigmakan kembali Bima sebagai zona merah terorisme. “Kami akan tolak keras, jika ada settting adegan filmnya di Bima,” ungkapnya.
Wakapolres Bima Kota, Kompol Yusuf Tauziri, SIK menjelaskan, bawah terorisme ada di setiap negara. Peristiwa terorisme sudah lama muncul, termasuk terhadap semua agama.
“Sekarang kita umat Islam kena stigma. Sedih juga. Polisi dianggap thogut, karena dianggap menjalankan sistem bukan berdasarkan Islam.
Tidak apa dianggap thogut, yang penting Nabi mengakui keislaman saya. Yang penting ada definisi Islam menurut hadist Rasulullah,” ujarnya.
Hal itu ditegaskan, Sudirman H Makka, bahwa Islam itu bukan teroris. Karena dalam Al-Qur’an dan Hadist tidak ada istilah terorisme.
“Terorisme sejati adalah Yahudi dan Nasara, karena dijelaskan dalam Nas. Terorisme musuh negara dan dunia,” ujar penulis sejumlah buku ini.
Sementara itu, Toto Sugiharto dari
Gerakan Indonesia Menulis, mengatakan, Novel Karya Abidah El Khalieqy adalah hasil penelitian di Poso. Penulis berhasil menemui sejumlah istri terduga teroris, sehingga Novel ini bersifat fiksi.
Penulisan Novel ini juga mendapat dukungan dari Mabes Polri yang menginginkan wacana terorisme juga di tulis dalam sastra. Abidah El Khalieqy yang berlatar belakang pesantren dan juga perempuan dianggap tepat untuk menggarap Novel dengan tema terorisme.
Juga adanya rencana membuatnya menjadi sebuah film dan akan dilakukan audisi pemeran, termasuk di Mataram, NTB.
Dijelaskannya, jika membaca Novel itu hingga tuntas, maka sesungguhnya terorisme itu tidak ada.
Sementara itu, salah seorang peserta, Gunawan, menyorot Novel yang hanya mengambil setting Poso dan perempuan cadar. Padahal, ada banyak kelompok lain, seperti Maluku dan Papua yang menginginkan pemisahan Negara, namun tidak dikelompokkan sebagai teroris.
Gunawan juga mengakui, jika FKUB selama ini kerap berkomunikasi dengan kelompoknya yang selama ini mendapat dituding. Bahkan, adanya komunikasi yang dilakukan FKUB, cukup membantu mencairkan suasana. (IAN)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.