Bima, Bimakini.- Meski berpuasa di bawah terik matahari, tidak menyurutkan niat petani di Woha agar tetap memproduksi garam. Sayangnya, keuletan petani tidak diimbangi harga jual yang kian merosot.
Semula, harga garam petani senilai Rp150 ribu per sak, namun kini menurun hingga menyentuh harga Rp75 ribu per sak.
“Saat ini harga satu karung garam dibeli dengan harga 75 ribu saja,” keluh Ismail, petani garam asal Desa Donggobolo, Ahad (10/6).
Kata dia, harga garam ini terus menurun setiap hari, sebelum bulan ramadan masih seharga Rp150 ribu per sak, namun sekarang telah menurun drastis.
“Sebelum ramadan harganya 150 ribu per sak, tetapi saat ini turun mencapai 75 ribu, walau dalam kondisi puasa dan bekerja di bawah terik matarahari, kami tetap semangat memproduksi garam,” tuturnya.
Petani garam lain, M Said, mengaku harga turun disebabkan menurunnya permintaan garam di pasaran. Menurutnya, harga akan terus menurun hingga pada titik tertentu.
“Permintaan sepi, padahal hasil panen petani terus meningkat. Hal ini penyebab harga garam terus merosot,” terangnya.
Saat ini, garam masih dalam musim panen tahap awal setelah berakhir musim hujan, namun dia memperkirakan harga akan kembali normal sekitar bulan Agustus mendatang.
“Saat ini petani baru memproduksi garam, diawal-awal ini kami sudah mengalami harga yang tidak menguntungkan, tetapi dua tiga bulan ke depan saya yakin akan kembali stabil,” ucapnya.
Bukan hanya petani garam di Donggobolo saja yang mengalami harga menurun, bahkan hampir semua petani garam di empat desa pesisir Kecamatan Woha juga mengalami hal serupa.
“Kalau di Sondo dan Sanolo Kecamatan Bolo tidak menjual garam kalau harganya segitu, tetapi kami di woha saja yang menjual. Kami tidak rugi dengan harga sekarang, karena produksi garam tanpa modal,” tukasnya. (MAN)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.