Rencana kenaikan ini mengerucut pada dua kubu utama. Pihak perencana menyebutnya sebagai keniscayaan karena selama subsidi BBM terus menggerogoti struktur APBN. Jika subsidi bisa dikurangi, maka dananya akan dikompensasi melalui program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun, pihak lain menolak karena akan memicu penurunan daya beli masyarakat dan menyengsarakan rakyat. Rakyat bakal melewati lagi episode pahit, karena kenaikan harga barang kebutuhan lainnya bisa mencapai 30 persen, lebih dari yang diprediksi hanya 10 persen.
Itu berarti, rakyat mesti kembali “mengencangkan ikat pinggang” karena ancaman kenaikan harga Sembako dan kebutuhan lainnya sudah di depan mata. Kontroversi seputar kenaikan harga BBM selalu berulang. Rutinitas perdebatan yang kembali dinikmati masyarakat.
Lepas dari itu, aspek lain yang memerlukan pemantauan dan pengawasan adalah agresivitas warga yang berusaha menimbun BBM untuk mengeruk keuntungan. Pada berbagai daerah, mereka yang berupaya menimbun dibekuk oleh aparat Kepolisian untuk memertanggungjawabkan perbuatannya. Kita harapkan kasus di daerah Bima-Dompu bisa diminimalisasi untuk memastikan tidak ada oknum yang “mengail di air keruh”. Pengalaman sebelum kenaikan harga BBM sebelumnya semestinya menyadarkan kita bahwa selalu ada yang ingin “bermain”. Kasus penangkapan seorang warga Kecamatan Bolo Kabupaten Bima karena menimbun BBM, adalah satu fakta. Bisa jadi ada yang lebih gesit dari itu untuk menyambut kenaikan harga BBM pada awal April nanti.
Pergerakan tidak sehat harus segera dihentikan. Masalahnya, bisa memicu kepanikan masyarakat sehingga memicu antrean panjang dan gangguan terhadap distribusi. Bukankah kita punya pengalaman pahit ketika satu botol bensin dijual Rp10.000/liter justru di samping SPBU. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.