Kepedulian keluarga merupakan langkah ampuh untuk menangani kasus ketidakutuhan rumah-tangga, peranan orangtua, dan mertua diharapkan ikut menyelesaikan agar anak dan menantu itu dipahami kasusnya.
Demikian saran akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Sunan Giri Bima, Drs. Taufiqurrahman, M.Pd., Senin, menanggapi tingginya angka perceraian seperti yang dilaporkan Pengadilan Agama (PA) Bima beberapa hari lalu.
Katanya, apabila orangtua Pasutri ikut peduli memikirkan langkah jitu penanganan kasus, diyakini apapun kasus yang dihadapi pasti dapat ditangani. Apalagi, proses penanganannya lebih awal sebelum kasus itu membesar dan melebar.
Namun, disayangkannya, kadang orangtua Pasutri menjadi pemicu pertikaian dan ini biasanya dialami saat usia pernikahan dibawah 10 tahunan. “Jika ini yang terjadi, apalagi jika orang tua masing-masing turut membela anak mereka masing-masing, maka perceraian itu akan semakin mulus dan lebih cepat terjadi,” ujarnya melalui pernyataan pers.
Dikatakannya, kepedulian Ketua RT, Ketua RW, dan tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat dapat juga menjadi solusi terhadap kasus perceraian. Hanya saja, peran RT dan RW dalam menangani kasus rumah-tangga masih langka. Hal ini disebabkan karena ada anggapan bahwa rumah-tangga sangat privat dan steril dari campur-tangan pihak lain. Pandangan seperti ini bukan saja salah, akan tetapi bisa berakibat fatal bagi kelangsungan dan kelanggengan rumah-tangga.
Langkah lainnya, jelasnya, kesadaran bersama Pasutri bahwa rumah tangga adalah surge, harus modal utama. “Jika modal ini ditanamkan sejak awal berkenalan dan terutama setelah menikah, hamil dan setelah punya anak, maka rumah-tangga idaman dan kebanggaan itu akan cepat terwujud dan menjadi idola bagi masyarakat sekitar,” jelasnya.
Hal lainnya yang juga menjadi komitmen Pasutri muda, lanjutnya, menjauhi pandangan dan ungkapan bahwa “rumput tetangga lebih hijau dari rumput di halaman sendiri”. Pandangan itu mengarahkan pikiran dan perasaan mencoba mencari “rumput muda” yang dianggap lebih subur dan menggairahkan. Apalagi trend muda sekarang ini yang memandang bahwa selingkuh itu menjadi trend baru dalam pergaulan sosial. “Apalagi selingkuh dianggap sebagai selingan indah rumah- tangga utuh,” katanya.
Jika faktor ekonomi yang juga menjadi pemicu awal perceraian, katanya, maka diharapkan Pasutri muda memiliki semboyan hidup bahwa dia, istri/suami dan anak harus hidup mandiri. Dia harus bekerja keras dan mampu membiayai rumah-tangga walau berpola hidup sederhana.
Bagi para PNS, paparnya, kasus cerai juga sering terjadi, terutama PNS laki yang punya Wanita Idaman Lain, maka peran dan kepedulian pimpinan dan atasan juga bisa menjadi modal dasar. “Karena itu, kedekatan komunikasi intern dalam kantor harus dijadikan wahana untuk menghindari perselingkuhan di kalangan PNS, bukan malah kedekatan itu malah sebagai titik pemicu dan saling tutup menutupi penyimpangan pergaulan antara teman sejawat dan seprofesi,” jelasnya. (BE.20)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
