SEJAK akhir tahun 2011, saya tiba-tiba saja tertarik untuk kembali mengayuh sepeda. Tentu saja bukan sekadar bernostagia mengingat masa-masa di sekolah ketika menuntut ilmu dengan sepeda, tetapi lebih dari itu. Bagaimana liku-liku bersepeda di Bima, berikut catatan Khairudin M. Ali.
Awalnya saya ingin bersepeda hanya berdua dengan istri. Ketika membeli sepeda pun, saya membeli sepasang. Supaya kalau bersepeda di jalan-jalan utama Kota Bima, saya tidak sendirian. Bagi saya dan istri, olahraga rutin yang kami lakukan adalah berjalan kaki, tanpa alas. Biasanya dari rumah, kami memutar masuk di lingkungan Santi Baru. Kami pilih lingkungan itu karena lingkungannya barum jadi tidak kumuh dan tentu saja tidak ada polusi udara di pagi hari. Tetapi sejak membeli sepeda, kami berdua akhirnya rutin bersepeda, walau hanya dari rumah, ke jalan protokol, kea rah timur Pendopo lama yang terbakar, belok kiri ke Jl Gajah Mada, mampitr sebentar di studio Bima TV, sebelum kembali ke rumah di BTN Penatoi. Begitu rutin kami lakukan, paling tidak tiga kali seminggu bahkan lebih.
Karena latihan kami anggap sudah cukup, ketika ada sepeda santai yang diselenggarakan oleh Dikes Kota Bima, kami pun ikut. Beberapa hari sebelumnya, kami sempat ke took olahraga untuk membeli seragam, baju olahraga. Warna pilihan kami, merah putih. Pada saat mengikuti sepeda santai, ternyata hasil latihan kami belum cukup sehingga tidak melewati rute sesuai dengan ketentuan panitia. Istri saya kelelahan. Kami memutuskan untuk kembali ke finish melalui jalan potong. Curang. Yang ada dalam pikiran kami, yang enting sudah berpartisipasi.
Di acara inilah kami bertemu dengan banyak orang yang bersepda. Bahkan mulai ada komunitas. Beberapa anggotanya mengenal saya dan mengajak bergabung dengan sebuah komunitas sepeda di Kota Bima, yaitu BBL (Bima Bike Lovers). Awalnya saya dimasukan dalam group diskusi di BBM oleh Heni yang sudah lebih dahulu bergabung bahkan ikut mendirikan BBL. Setelah beberapa waktu berdiskusi tentang rute dan berkenalan di BBM, kami pun akhirnya bergabung untuk mulai menjajal rute. Sayangnya istri saya tidak bisa ikut karena dia mengaku sulit mengikuti rombongan BBL yang larinya cepat. Dari sinilah awalnya mulai ketagihan dan terus bersepeda. Kemana saja rute yang pernah dilalui? Ikuti saja pengalaman saya (baca lanjutannya pada Taklukkan Bima dengan Sepeda 2 s/d 7).
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
