Puluhan hektare tambak di Kecamatan Palibelo Kabupaten Bima milik
petani asal desa Belo Kecamatan Palibelo, Pandai, dan Talabiu Kecamatan Woha dilabrak air pasang atau banjir laut (rob), Senin (9/4) sekitar pukul 01.00
Wita. Kejadian diklaim yang paling parah sejak sepuluh tahun terakhir. Akibatnya, petani gagal panen. Nilai kerugian seluruh pemilik tambak ditaksir mencapai miliaran rupiah.
Menyusul kejadian itu, dua petani setempat pingsan karena kerugian yang dialaminya. Bayangkan saja, areal tambak seluas itu sebagian di antaranya memasuki masa panen. Namun, takdir berkata lain, air pasang melabrak dan menghancurkan impian petani mendapatkan hasil maksimal.
Pemilik tambak bandeng dan garam asal desa Talabiu, Hamzah mengaku,
air pasang terjadi sejak Minggu siang lalu. Hal tersebut tidak pernah diduga seluruh petani, sehingga bisa mengantisipasinya. Akibat kejadian itu, Bapak satu anak ini mengaku rugi hingga puluhan juta
rupiah. “Banjir rob kali ini paling besar, tidak ada satu pun tambak yang luput dari terjangan luapan air laut,” katanya di Palibelo,kemarin.
Dikatakannya, tidak hanya melabrak tambak petani, air pasang juga
menggenangi ruas landasan pacu Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima. Hal tersebut juga sempat menyebabkan kepanikan warga sekitar. Bahkan, dua petani pingsan karena tidak kuasa membayangkan nilai kerusakan
akibat banjir air laut tersebut. “Memang biasanya bulan April atau Maret terjadi luapan air laut, tapi kali ini yang paling besar yang pernah terjadi 10 tahun terakhir ini, selama ini masih bisa kami antisipasi,” katanya.
Hamzah berharap Pemerintah Kabupaten Bima melalui Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) segera meninjau lokasi dan
menyiapkan solusi bagi petani tambak. Setidaknya, mengantisiapasi kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. “Kami harapkan pemerintah
‘membuka mata’, jangan saat mau Pemilu saja berjanji mau perhatikan masyarakat. Saat kami susah, seperti tambak kami hancur akibat banjir
laut, tidak pernah sekalipun pemerintah mau peduli,” katanya.
Desakan yang sama juga disampaikan pemilik tambak lainnya, Usman.
Diharapkannya, pemerintah segera mendata nilai kerusakan dan kerugian petani setempat. “Kami harap pemerintah jangan tunggu kami berdemo
dulu minta perhatian, kami harapkan anggota DPRD yang selama ini
katanya mau berjuang untuk rakyat agar memerhatikan ini,” harapnya.
Usman menguatirkan, jika pemerintah dan pihak terkait tidak kunjung menyiapkan upaya kongkrit dan antispasi, potensi bencana tersebut
masih bisa berlangsung, bahkan dampak banjir air laut bisa meluas dan
menggenangi ruas jalan sekitar Palibelo. “Bukan saja kami pemilik tambak yang kuatir, kami rasa hampir seluruh warga cemas, nanti
bisa-bisa naik hingga perkampungan kalau tidak diantisipasi,” katanya.
Sebelumnya, seperti dilansir Bimeks Forcaster BMKG Bandara Sultan
Muhammad Salahuddin mengingatkan puncak peralihan musim akan terjadi
bulan April. Untuk itu, masyarakat dan pemerintah menyiapkan upaya antisipasi kemungkinan terburuk termasuk potensi rob,
dengan menggalakan “dinding hijau” atau penanaman mangrove.(BE.17)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.