Dua warga Kelurahan Penaraga RT 05/RW 02 terlibat percekcokan dan nyaris saling membacok, Rabu (18/4). Diduga dipicu karena rebutan tanah. Mereka adalah Salahuddin dan M. Saleh, kakak dan adik sepupu. Untungnya aksi nekat mereka yang nyaris duel itu berhasil dicegah oleh sejumlah warga dan pihak Kepolisian.
Menurut pengakuan Salahuddin, persoalan selisih tanah yang berada di pekarangan rumah mereka itu telah berlangsung sejak dua tahun lalu. Namun, hingga kini belum ada titik temu karena sama-sama tidak memiliki sertifikat kepemilikan tanah.
Atas alasan itu, ceritanya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bima yang sebelumnya diberitahu datang mengukur semua batas tanah untuk dibuatkan sertifikat. Namun, pada saat BPN datang tiba-tiba Saleh melarang.
Saat itu, menanyakan alasannya. Padahal, pengukuran itu bertujuan agar persoalan cepat selesai.
“Setelah bertanya seperti itu tiba-tiba dia mengambil parang dan mengejar saya, saya lalu lari kedalam rumah mengambil parang juga. Apalagi, istri dan anak saya ingin dibacoknya juga,” ceritanya di Penaraga.
Saat itu, cerita Salahuddin, istrinya berteriak sehingga para tetangga lain mendengar keluar. Semua melihat dia dan putranya mengancamnya menggunakan parang.
Diakuinya, tanah yang bersebelahan dengan milik Saleh itu sudah dibelinya, tetapi tidak memiliki sertifikat sehingga dia meminta BPN datang mengukurnya.
“Saleh malah menuding saya mencuri tanahnya. Saya akan melaporkan kepada Kepolisian atas tindakan pengancaman dan pencemaran nama baik saya ini,” ujarnya
Lalu bagaimana menurut M. Saleh? Diakuinya, dia memang sempat melarang Salahuddin dan BPN mengukur tanah tersebut, karena sebelumnya tidak pernah diberitahukan maupun diinformasikan untuk meminta kesepakatan agar diukur. Saat dia bertanya kepada BPN, tiba-tiba istri Salahuddin memakinya dengan kata-kata tidak enak.
Hal itulah, katanya, yang memicu emosinya sehingga mengambil parang. Diakuinya, tanah yang disengketakan itu tidak memiliki sertifikat, tetapi memiliki bukti berupa nota wasiat dari orangtuanya tentang tanah tersebut. “Saya hanya ingin sebelumnya diberitahukan dulu, meskipun mau diukur,” jelasnya.
Aparat Kepolisian, tokoh masyarakat, Ketua RT dan Lurah Penaraga berhasil mendamaikan keduanya dan membuat kesepakatan agar tanah tersebut bisa tetap diukur supaya persoalan tidak berlarut-larut. Kesepakatan itu lalu diterima keduanya, sehingga pertikaian tidak berlanjut. (BE.20)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
