Dompu, Bimakini.com.– Puluhan warga berunjukrasa di depan kantor DPRD Kabupaten Dompu, Sabtu (12/5). Mereka prihatin terhadap kondisi hutan saat ini. Massa tergabung dalam Forum Bersama Pemuda Pemerhati Hukum dan Keadilan (FBPPK) dan Komunitas Hijau (KH). Ada tiga hal yang mereka pertanyakan.
Mereka menyorot penertiban ijin pemanfaatan kayu tanah milik (IPKTM) di gunung Tambora penerbitan ijin penampungan kayu di Calabai , dan kayu sitaan yang selama ini disimpan di Dinas Kehutanan (Dishut) Kabupaten Dompu.
“Kepala Dishutdan jajarannya dinilai telah menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya,”ujar kordinator aksi, Bondan Winarto.
Menurut Bondan, sejak tahun 2004 lalu, di wilayah Tambora Kecamatan Pekat tidak ada lagi lokasi yang dimiliki masyarakat yang menghasilkan kayu tanah milik yang jumlahnya mencapai 10 kubik. Kayu itu dapat dijadikan dasar bagi pihak untuk bisa menerbitkan ijin IPKTM kepada masyarakat.
Pada sisi lain, katanya, untuk persyaratan IPKTM di atas 10 kubik kewenangan Bupati Dompu menerbitkan ijin. Hal itu sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2002. “Tapi kenapa justru pihak Dishutberani menerbitkan ijin,” katanya.
Bondan menuding sebagian besar ijin IPKTM ditandatangani Kepala Dishut dengan cara menyiasati volume kayu di bawah 10 kubik, sehingga tidak mengherankan jika saat ini telah diterbitkan sekitar 400 ijin IPKTM.
Demikian juga dengan kayu temuan, katanya, diduga telah dijual oleh pihak Dishutuntuk kepentingan mereka.
Dia mengharapkan, dugaan penertiban ijin yang tidak sesuai aturan itu dapat dicegah, ehingga tidak merugikan masyarakat dan daerah. “aya bisakatakan, Dishut telah melakukan tindakan pencucian kayu,” ujarperwakilan massa lainnya, Ikhwayudin saat dialog dengan DPRD, Dishut,Kepolisian, dan KPPT.
Saat dialog itu, mereka menyampaikan pernyataan sikap. Antara lain, mendesak pemerintah dan DPRD Dompu menghentikan sementara seluruh ijin IPKTM, terutama di wilayah gunung Tambora, sambil menginvestigasi keberadaan dan kelayakan lokasi yang diberikan IPKTM.
Kemudian merekomendasi kepada pihak Kejaksaan dan Kepolisian agar memroses hukum dugaan penyimpangan yang dilakukan Dishut, dan mendesak aparat hukum membentuk tim gabungan untuk mengawasi.
Menanggapi tuntutan massa aksi, Kepala Dishut Kabupaten Dompu, Ir. H. Husni Thamrin, M.Si, saat dialog yang dipandu Ketua DPRD Dompu, Rafiudin H. Anas, SE, menjelaskan, untuk menerbitkan IPKTM dan tempat penyimpanan kayu (TPK), telah diatur dalam Perda. Jika ada masyarakat yang meminta ijin di bawah 10 kubik, itu kewenangan Dishut menerbitkan ijin. Begitu juga dengan masyarakat yang meminta ijin kebun. “Tapi yang pasti saat ini di kebun milik masyarakat di Kecataman Pekat masih ditemukan ada kayu jenis kalanggo,” katanya.
Katanya, saat menerbitkan IPKTM pihak Dishut tidak langsung memberikan begitu saja, tetapi diawali konfirmasi silang dan pengurusan admintrasinya.Setelah itu, baru dicek di lapangan.
Diakuinya, sebelum menjadi Kepala Dishut,sudah ada limaTPK, sekarang menjadi 7 TPK. Di Kecamatan Pekat ada empat TPK, sisanya tiga TPK berada di di luar Kecamatan Pekat.
Mengapa ijin TPK itu diterbitkan? Diakuinya, supaya gampang diawasi. Berkaitan tudingan menjual kayu titipan atau hasil sitaan itu, Husni mengatakan itu tidak benar, karena yang memiliki kewenangan untuk kayu sitaan atau temuan itu adalah KSD,sedangkan Dishut hanya kayu-kayu yang telah disita dan itu pun masuk ke kas daerah.
“Saat ini saja ada sekitar 100 kubik kayu temuan yang tidak bisaditurunkan di gunung,” ujarnya.
Ketua DPRD Dompu, Rafiudin H.Anas, SE, mengaku miris mendengar kondisi yang dipaparkan massa aksi. “Saya mengakui miris dengan kondisi ini,” ujarnya.
Kepala KPPT Kabupaten Dompu yang turut dituding menerbitkan ijin,mengaku kewenangan instansinya hanya pada penerbitan ijin pemanfaatan hutan. Bukan ijin pemanfaatnan kayu. “kita hanya keluarkan ijin pemanfaatan hutan,” ujarnya melalui telepon seluler. (BE.15)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.