HASIL Ujian Nasional (UN) tingkat SMA/SMK/MA sudah diketahui. Sekolah di Kota Bima meraih persentase 99,57 persen, Kabupaten Bima 99,18 persen, Kabupaten Dompu “99,84 persen. Pencapaian itu lumayan. Tentu saja ekspresi kegembiraan terlihat. Wajar saja, karena dengan demikian kerja keras selama ini terbayarkan. Dari sisi pendidik, keberhasilan anak didik adalah kebahagiaan yang sulit diwakili kata-kata.
Kita mengharapkan gambaran persentase yang hampir sempurna itu adalah fakta riil dari kemampuan siswa. Prestasi ini mesti dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Keberhasilan UN akan paripurna jika pencapaian kuantitas dan kualitas terpenuhi, ditambah lagi kesuksesan proses penyelenggaraan.
Namun, mereka yang gagal melewati hadangan UN, mesti terus dikawal karena kerap kali kaum remaja mengalami kegoncangan suasana batin yang bisa berefek pada tindakan destruktif. Kegagalan pada satu tahapan studi bukanlah akhir segalanya, karena jika bisa segera bangkit akan menjadi modal kuat untuk meniti langkah selanjutnya. Kita pernah dikejutkan oleh tragedi kegagalan ber-UN yang diekspresikan secara fatal. Aspek psikologis siswa yang gagal ini memerlukan pendampingan intensif, jangan sampai justru ada yang lari dari gelanggang dan tidak lagi mengikuti ujian paket C.
Momentum pengumuman hasil UN juga masih diwarnai euforia berlebihan dari siswa yang lulus. Masih ada yang mencorat-coret baju lalu berkeliling menggunakan sepeda motor. Meski diakui tidak sebanyak tahun lalu. Pelajar kita mesti terus diingatkan agar lebih dewasa memaknai kesuksesan dengan mengekspresikannya secara wajar. Bandrol kelulusan yang disandang, idealnya tidak hanya dilihati dari sisi terpenuhinya standar nilai yang ditetapkan oleh pemerintah saja. Tetapi, juga kematangan sikap dan karakter.
Nah, ekspresi pertama yang dinilai publik adalah reaksi mereka terhadap hasil yang diraih. Bagaimaan kelulusan mampu dimaknai dengan rasa syukur, menerima kegagalan dalam ekspresi jiwa besar. Pelajar di Bima mesti mengikuti contoh rekan mereka di daerah lain yang menyumbang baju seragam mereka untuk panti asuhan dan pihak lain yang membutuhkannya. Mencorat-coret baju adalah sikap mubazir dan tidak pantas ditunjukkan oleh mereka yang diakui oleh Negara sebagai pribadi yang lulus. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
