Sosok guru masih menarik dibahas karena keberadaannya sangat vital bagi pembangunan peradaban bangsa. Melalui guru, transfer ilmu diharapkan mampu menjadi modal bagi peserta didik mengarungi masa depannya. Namun, kerap kali muncul sorotan. Terutama, jika yang menilainya adalah kalangan akademis dari luar negeri.
Seperti penilaian dan sorotan Professor Kathryn Robinson, Departement of Antropology Research School of Pacific and Asian Studies ANU College of Asia and the Pacific, Sabtu lalu. Jika disimak, sorotan itu suatu tamparan bagi profesi guru dan tenaga pendidik di Indonesia yang dipantaunya sering melalaikan tugas dan tanggungjawabnya.
Bagi Professor Kathryn, level kedisiplinan guru di Indonesia masih rendah. Seenaknya meninggalkan tugas sehingga memicu kebodohan siswa, menikmati gaji buta, tidak malu pada diri sendiri, orangtua siswa, dan pemerintah. Namun, belitan tidak elok itu masih ditambah dengan ketidaktegasan Kepala Sekolah. Menurutnya, fenomena malas mengajar merupakan pencitraan guru yang tidak baik bagi dunia pendidikan.
Kathryn pun membandingkannya dengan guru Australia. Sulit menemukan fenomena tidak cerdas itu di negeri Kanguru, apalagi Kepala Sekolah memiliki kewenangan mutlak memecat guru malas. Idealnya, tidak ada lagi alasan guru malas mengajar, karena gajinya sedikit misalnya. Masalahnya, itu sudah risiko pilihan. Jangan menjadi guru kalau mengharapkan gaji besar. Pengabdian seorang guru jauh lebih mulia daripada harta.
Tampaknya, fenomena yang diidentifikasi Profesor Kathryn bisa dibuktikan. Secara umum, memang level kedisiplinan aparatur pemerintah di Indonesia sudah lama disorot. Jauh tingkatannya dibandingkan dengan masyarakat Barat. Entah mengapa, nilai-nilai agung yang melekat dalam semangat kearifan bangsa ini dan pesan moral agama, justru dipraktikkan secara apik oleh masyarakat Barat.
Bagaimana dengan di daerah Bima? Identifikasi Profesor Kathryn bisa dibuktikan, setidaknya dari beragam kejadian dan sorotan public selama ini. Kritik itu selayaknya menjadi perhatian bersama, terutama oleh para Pembina kedisiplinan. Ketidaktaatan guru dalam melaksanakan disiplin tugasnya berpengaruh besar, karena gerbong kelas yang dibinanya puluhan siswa. Dalam bahasa lain, berbahaya dampaknya bagi bangunan peradaban bangsa ini jika komunitas guru masih terhingga penyakit akut malas. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
