Bima, Bimakini.com.- Tim Pencari Fakta (TPF) Komisi I DPRD Kabupaten Bima yang menyelidiki kasus penembakan nelayan Sape di perairan Komodo menemukan beberapa kejanggalan. Sebelumnya mereka menginvestigasi kasus itu di Manggarai Barat. Kejanggalan itu seperti pelaporan petugas Jagawana Taman Nasional Komodo (TNK).
Menurut Ketua Tim TPF, M. Firdaus, SH, MH, bukti-bukti untuk menyeret para nelayan Sape itu semua diajukan oleh petugas Jagawana seperti bukti berupa serbuk yang bisa dijadikan bahan peledak. Mereka merupakan petugas yang dibentuk dibawah koordinasi Dinas Kehutanan justru bertugas mengawasi wilayah laut.
Untuk itu, jelasnya, tim TPF akan m menemui dan melaporkannya kepada Menteri Kehutanan (Menhut) RI. Informasi lain juga yang diperoleh dari Kepala Balai Konservasi TNK mengaku bahwa penembakan yang menewaskan, Anwar, nelayan Sape itu sudah melalui prosedur penanganan.
Katanya, mereka beralasan saat itu para nelayan berusaha melawan petugas Jagawana dengan menabrakkan perahunya yang ditumpangi petugas sehingga terpaksa ditembak. Keterangan berbeda justru diperoleh dari para nelayan bahwa mereka ditembak di areal TNK.
“Pada prinsipnya kami hanya mencari fakta di lapangan tentang penyebab tewasnya nelayan dan tidak mengintervensi proses hukumnya,” jelas duta PKS ini melalui telepon seluler, Senin (21/5).
Kapolres Kabupaten Manggarai Barat, katanya, saat bertemu menjelaskan saat ini masih terus menyelidiki dan belum ada tersangka yang ditetapkan. Alasannya, jenazah korban tidak bisa diotopsi karena tidak diijinkan oleh keluarga korban sehingga belum bisa mengidentifikasi jenis peluru dan siapa yang menembakkannya.
Tim TPF, lanjtunya, sudah bertemu Bupati Manggarai Barat dan saat itu mengaku bahwa kasus penembakan di TNK bukan hanya warga Bima yang menjadi korban, tetapi warga setempat juga pernah menjadi korban. “Bupati juga mengharapkan bisa duduk bersama dengan Pemerintah Kabupaten Bima untuk membahas persoalan yang sering terjadi di areal TNK, sehingga pulau Komodo tidak menjadi momok, tetapi benar-benar memberi manfaat,” ujarnya.
Saat ini, tambahnya, dari delapan nelayan, lima di antaranya masih menjalani proses hukum di Pengadilan setempat, sedangkan dua lainnya sudah dilepaskan karena masih anak-anak. (BE.20)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
