Connect with us

Ketik yang Anda cari

Sudut Pandang

Bimeks, Uji Kompetensi Wartawan, dan Pers yang Sehat

Oleh: Suryadin, SS, M.Si

     TIDAK ada pasal yang persis bisa menyatukan hubungan antara keberadaan Harian BimaEkspres yang tanggal 19 Juni 2012 lalu  merayakan ulang tahun ke-12  dengan uji kompetensi wartawan (UKW) yang akhir-akhir ini hangat dibahas para pegiat pers di daerah ini. Tetapi, paling tidak, menilik perkembangan dan tuntutan perlunya iklim pers yang sehat,  momentum Hari Jadi ke-12 Bimeks pada tahun ini, mau tidak mau, pasti bersentuhan dengan istilah uji kompetensi ini.

       Beberapa hari lalu, saya mendapatkan pesan layanan singkat dari tiga wartawan yang tergolong dekat dan menjadi mitra diskusi, meminta tidak mematikan handphone dan memberikan informasi tentang dirinya bila terhubung dengan si penelepon.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

  Benar, keesokan harinya, dari seberang sana, saya  ditelepon seorang teman yang sedang mengikuti UKW dan meminta saya menjelaskan apa yang saya ketahui tentang dirinya kepada penguji yang mengontak. Dalam telepon singkat tersebut, ada dua hal yang saya tangkap, pertama, bagaimana keberadaan dia sebagai wartawan.

      Ternyata, kompetensi wartawan bukan hanya soal kecakapan akademis tentang kemampuan terkait jurnalistik, tetapi yang tidak kalah pentingnya juga adalah jejak rekam si wartawan selama menjalani profesinya. Ringkasnya, seorang jurnalis yang kompeten tidak menggadaikan prinsip-prinsip luhur seperti kejujuran, etika profesi, dan sejumlah unsur lain sebagai norma dasar dalam kegiatan peliputan dan produksi berita oleh seorang wartawan dimanapun dia berada.
     Tantangan jurnalis hari ini, tentu saja beda dengan hari-hari kemarin. Pertanyaan mendasar yang harus bisa dijawab secara jujur adalah, apakah seorang wartawan dalam menjalankan tugasnya akan  taat pada etika profesi atau tuntutan ekonomi dan motif-motif lain selain untuk kepentingan jurnalistik?
      Bimeks sebagai pelopor surat kabar lokal di Bima, seyogyanya mampu menjadi salahsatu pilar yang menyokong lahirnya jurnalis yang berkompeten pada profesinya. Harapan ini tentunya bukan hal muluk, tetapi dengan melihat rintisan yang telah ditorehkan seorang dari empat wartawan senior Bima yang pada kesemparan pertama mendapatkan kesempatan mengikuti Uji kompetensi, beberapa hari lalu.
      Sebut saja Ir. Khairudin M. Ali, M.Ap, yang menurut catatan tim penguji mengumpulkan nilai tertinggi. Paling tidak, keikutsertaan Top Management Bimeks ini dan tiga wartawan lainnya, diharapkan bisa menjadi motivasi bagi “kuli disket” lainnya agar memacu diri dan meningkatkan kemampuan dirinya agar mampu bersaing pada level regional, nasional, dan internasional. Sebab, sertifikat hasil uji kompetensi ini bisa menjadi investasi jurnalistik dan modal berharga dalam persaingan media yang kian ketat ini.

     Bagi Manajemen Bimeks, uji kompetensi hendaknya dipandang sebagai ruang mahaluas untuk meningkatkan kualitas jurnalis dan inovasi media dalam memroduksi berita. Hal serta yang tidak kalah pentingnya adalah memromosikan secara massif praktik jurnalistik yang sehat dan humanis.
       Memang tidak semua organisasi profesi memberlakukan aturan yang ketat dan melekat pada wartawan
mengenai keharusan mengikuti uji kompetensi, meskipun ini seyogyanya dipahami sebagai  upaya meningkatkan profesionalisme di kalangan pencari berita.
     Salahsatu pertanyaan penguji adalah, apakah Anda melihat ada pelanggaran etika jurnalistik si wartawan dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik? Pertanyaan ini mengisyaratkan satu hal penting bahwa etika adalah salahsatu ruh yang harus selalu ditiup dalam jiwa seorang jurnalis agar dapat menjalankan tugasnya secara bermartabat.
     Soal manfaat uji kompetensi,  penting untuk dicatat bahwa kegiatan ini merupakan satu upaya melindungi profesi jurnalistik. Artinya dalam jangka panjang, profesi ini akan terlindungi secara konsisten dengan kehadiran wartawan yang kompeten pada bidangnya.
        Bila Bimeks sebagai media yang mengedepankan kualitas berita dan praktik jurnalistik yang professional, maka media ini harus secara maksimal mendorong wartawannya untuk menjajaki kemungkinan keikutsertaan dalam uji kompetensi ini.
     Kita harus percaya bahwa kompetensi yang memadai dan teruji pada diri si wartawan akan memungkinkan dirinya melaksanakan tugas jurnalistik secara sehat dan sesuai kode etik profesi. Oleh karena itu, penting bagi elemen masyarakat lainnya mendorong dan memberikan motivasi agar para wartawan membekali dirinya dengan hasil uji kompetensi.
      Dalam kalkulasi yang paling mudah,  wartawan yang telah  berhasil lulus mengikuti uji kompetensi berarti telah memiliki kemampuan yang disyaratkan untuk mencapai kinerja yang terbaik  dalam menjalankan tugas jurnalistik.
     Beberapa  indikator  bisa jadi referensi kita misalnya, pemahaman dan ketaatan terhadap  Kode Etik Jurnalistik, kemampuan  mengidentifikasi masalah yang akan dimuat, jaringan, kompetensi bahasa, kompetensi dalam analisis informasi, kemampuan menyajikan, menyunting, pengelolaan berita, pemanfaatan perangkat teknologi dan aspek lainnya.
     Sejumlah indikator di atas tentu saja hal ideal, tetapi inilah piranti yang dapat menolong dan mendorong kawan-kawan wartawan  agar terus berbenah. Karena soal kompetensi bukan hanya soal sertifikat. Tetapi, yang lebih penting adalah berjuang memanfaatkan secara optimal kompetensi jurnalistik ini sebagai ladang pengabdian untuk memerjuangkan kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk tahu kebijakan yang menyangkut hajat hidup mereka.

      Selamat Ulang Tahun ke-12 Bimaeks, semoga tetap menjadi pelita yang mencerahkan nurani dan mencerdaskan anak bangsa.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

*)Penulis adalah Kasubag Informasi dan Pemberitaan Setda Kabupaten Bima

 

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Opini

Oleh : Munir Husen Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bima ) Saat ini, kebutuhan manusia tentang informasi di era digitalisasi sangat urgen. Semua informasi...

CATATAN KHAS KMA

SEBENARNYA, saya sudah lama menepi dari urusan pers. Saya menyatakan mundur terbuka dan menyerahkan pengelolaan media kepada anak-anak muda. Tetapi realitas sosial tetap saja...

CATATAN KHAS KMA

  TADI malam saya benar-benar kaget. Juga sangat berduka. Saat mengikuti tausyiah Prof Ahmad Thib Raya di Salama, saya menerima kabar duka itu. Saya...

CATATAN KHAS KMA

WARTAWAN senior Dahlan Iskan menulis skala kekecewaan pakar komunikasi yang juga pengajar Ilmu Jurnalistik, Effendi Gazali. Angkanya fantastis, 9.5 pada skala 0-10. Nyaris sempurna...

CATATAN KHAS KMA

HARI itu, Jumat 8 Oktober 2019. Saya menjadi narasumber workshop yang digelar Dewan Pers di Kota Bima. Bersama saya, ada Hendry Ch Bangun. Anggota...