Pelajar SMA/SMK/MA sudah menyelesaikan masa studinya. Tentu saja bagi yang sukses melewati Ujian Nasional. Ada yang melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Ada yang impiannya tertahan karena kendala biaya. Intinya mereka kembali berbaur dengan komunitas masyarakat yang berbeda dan lebih luas.
Nah, ketika ber-fantasyiru fil ardhi itulah, Kepala Kementerian Agama (Kemnag) Kota Bima, H. Syahrir, meminta agar menjaga citra dan nama baik Madrasyah dan lembaga. Bekal yang didapatkan dijadikan benteng untuk menjaga diri dari hal-hal yang menyesatkan. Harapan Syahrir sangatlah normatif, itu pula harapan publik. Pelajar lulusan sekolah berbasis agama memang diimpikan publik menjadi teladan dalam berbagai contoh perilaku. Mereka sudah dijejali pelajaran ke-Islam-an yang diharapkan “membumikan” nilainya ketika berinteraksi dengan masyarakat. Hawa energi positif inilah yang sejatinya menghangatkan suasana sosial-kemasyarakatan daerah ini. Sejatinya pula inilah hakikat dari predikat ‘lulus’ yang mereka sandang.
Sebagai kaum intelektual muda, kemampuan mereka berinteraksi dan balutan norma dan citra akan tercermin dari perilaku keseharian. Tentu saja, kondisi ini tidak hanya diharapkan muncul dari komunitas lulusan sekolah berbasis agama, sekolah umum pun demikian. Saling berlomba dalam hal kebajikan. Sebagai catatan, tradisi sujud syukur ketika lulus UN atau berpuasa saat proses UN adalah sentuhan ala madrasyah yang mesti diawetkan.
Dari sisi Kemnag, harapan terhadap pelajar itu sangatlah relevan. Setidaknya dalam konteks saat ini. Sejak beberapa waktu terakhir, belitan persoalan dihadapi Kemnag yang berpotensi mendegradasi citra dan nama baik lembaga “suci” itu. Ada kasus dugaan korupsi tunjangan sertifikasi dan guru terpencil yang membelit Kepala Kemnag Kabupaten Bima dan tiga pejabat lainnya. Berkas kasus mereka saat ini sedang dirampungkan oleh aparat hukum. Ada juga kontroversi kelulusan pegawai honor kategori satu (K1) yang membelit madrasyah nakoda, dituding membangun ketidakadilan karena memroses data pegawai yang diduga me-mark up masa pengabdian. Dua kasus itu saja, mereduksi kredibilitas Kemnag di mata umat.
Kita mengharapkan agar para pelajar—bahan baku masa depan itu—mampu menginternalisasi nilai yang diajarkan di sekolah selama ini dalam dinamika pada berbagai lapangan kehidupan. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
