Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membandrol performa laporan keuangan dan administrasi Pemerintah Kota (Pemkot) Bima dengan status Wajar Dengan Pengecualian (WDP), setelah sebelumnya tanpa opini dari auditor (disclaimer). Jumat pekan lalu, Pemkot Bima menemukan momentum positif itu. Itu berarti sebagian mimpi sebelumnya mewujud dalam kenyataan. Syukurlah.
Meski demikian, jangan sampai terlena, karena BPK masih menyertainya dengan sejumlah ‘catatan kaki’ yang mesti segera dibenahi dalam 60 hari ke depan. Tugas besar itu sesungguhnya masih ada. Keberhasilan keluar dari lilitan disclaimer mesti diapresiasi sebagai prestasi. Suatu langkah maju, setelah rangkaian status buruk yang divonis secara berurutan. Kita mengharapkan aspek yang masih mengganjal dan menjadi bagian dari rekomendasi perbaikan segera diselesaikan, terutama masalah aset dan keuangan yang ditangani Tim Penuntutan dan Tim Ganti Rugi.
Setidaknya, ada dua aspek yang mesti dijadikan bahan renungan oleh aparatur pemerintah dan pihak lainnya. Pertama, Wali dan Wakil Wali Kota Bima jangan sampai kehilangan momentum. Saatnya, status WDP dijadikan media “balik kanan dan maju cepat” untuk meraih status tanpa embel-embel persyaratan lainnya. Saatnya “bersih-bersih”. Dari sisi politis, perubahan status itu berimplikasi lain, karena sebelumnya pada berbagai forum Wali Kota Bima menggaungkan soal itu sebagai media kelayakannya maju berkompetisi lagi.
Kedua, pengawasan melekat dari legislatif, media massa, dan kelompok kritis lainnya mendesak dilakukan. Peralihan status disclaimer ke WDP, berikut bejibun rekomendasi perbaikan di dalamnya, sesungguhnya fakta sahih bahwa perubahan signifikan belum terwujud. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak memelototi kinerja pemerintahan adalah keniscayaan.
Kekuasaan mutlak diawasi agar tidak kehilangan arah, tidak melenceng dari visi dan misi awal, agar tetap berkhidmat pada amanah rakyat. Dalam bahasa semangat peringatan Lord Acton (1834-1902), kekuasaan yang relatif lama, apalagi tanpa pengawasan memadai, cenderung korup. Tentu saja, kita tidak menginginkan para pemimpin pilihan demokratis rakyat atau aparatur pemerintah lainnya terjebak ke dalam kubangan korupsi saat dan setelah menjabat. Seperti fenomena daerah lainnya. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.