Connect with us

Ketik yang Anda cari

Peristiwa

Profesi Wartawan bukan untuk Gagah-Gagahan (1)

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Dompu menyelenggarakan lokakarya tentang kompetensi wartawan. Susbstansinya, agar wartawan bekerja profesional sesuai kode etik jurnalistik dan Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 1999 tentang Pers. Bagaimana menjadi wartawan profesional?Berikut catatan Junaidin M.Ali.

Masyarakat dari multiprofesiingin menekuni dunia jurnalistik. Tentu  saja dengan motifyang berbeda-beda.Ada yang beranggapan menjadi wartawan itu keren, bergengsi, dapat menemui siapapun dan masuk ke manapun,entah itu pejabat atau artis.

Semua persepsi itu adalah salah dan menyesatkan. Apalagi, jika menjadi wartawan memiliki tujuan agar cepat kaya atau bisa tidak memakai helm saat mengendarai kendaraan di jalan raya.

Profesi wartawan bukan untuk  gagah-gagahan. Profesi wartawan sangat jauh dari hal-hal yang sepele,seperti dua hal itu.Tugas seorang wartawan sesunguhnya adalah perpanjangan tangan publik, penyambung lidah rakyat yang tertindas. Bahkan, dalam Negara yang demokratis, pers merupakan pilar keempat Negara selain eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Pertanyaannya,bagaimana dapat melaksanakan profesi kewartawanan dengan baik dan benar? Untuk menuju itu, menurut narasumber lokakarya wartawan di La key, Ir. Khairudin M.Ali, M.AP, harus memenuhi tiga hal yang bolehdisebutsebagai trilogijurnalisme.

Pertama, kata anggota Dewan Kehormatan PWI NTB itu, wartawan harus profesional. Aspek ini ditunjukkan dengan memahami tugasdengan keterampilan dan keahlian (skill) yang dimilikinya. Skill yang dimaksud, yakni ketika melakukan reportase, wawancara, menulis berita dan feature yang bagus dan akurat. Selain itu, menggunakan bahasa Indonesia yang benar. Jika belum mampu melakukan seperti itu,wartawan belum dikatakan profesional.

Namun,  kata Dirut Bimakini.com Group ini, profesional saja tidaklah cukup. Seorang wartawan juga dituntut memiliki integritas kejujuran. Wartawan harus memahami profesi, menyadari diri sebagai kepanjangan-tangan dari aspirasi publik,dan kepada siapa wartawan harus bertanggung jawab secara moral.

Dikatakannya, profesional ini juga belum lengkap, jika wartawan belum memiliki sikap independen sebagai bagian integral dari trilogi jurnalisme. Yakni profesional, berintegritas,dan independen. Tidak berpihak, objektif,dan hanya berpihak dan bertanggungjawab kepada publik.

Selain itu, wartawan juga dalam menjalankan tugasnya harus memahami Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. UU itu juga melindungi wartawan saat melaksanakan profesinya dan menjamin kebebasan pers. Harus diingat, kebebasan pers jangan disalahartikan. Kebebasan pers yang dimaksud adalah kebebasan pers yang sesungguhnya,  bukanlah kepentingan pers. “Kebebasan pers itu bukanlah kepentingan pers,” katanya di hadapan 30 peserta lokakarya jurnalistik.

Dijelaskannya, kebebasan pers itu merupakan konsekuensi logis dari sistem demokrasi. Khairudin menyorot ada beberapa oknum wartawan yang saat melaksanakan tugasnya melanggar Kode Etik Jurnalistik. Seperti ketika mengendarai kendaraan tidak menggunakan helm, menulis berita berdasarkan opini,dan berbagai praktik menyimpanganlainnya.

Khairudin juga menjelaskan jenis media massa.Yaitu media cetak, media elektronik,dan media on line. Fungsi pers berdasarkan pasal 3 UU 40/1999 adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan,dan kontrol sosial. Selain itu, sebagai lembaga ekonomi.

Dikatakannya, pers harus memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokratis dan ikut mendorong terwujudnya supermasi hukum dan hak asasi manusia.Pers juga menghormati kebinekaan, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar melakukan pengawasan.

Peranan pers sesuai pasal 6 UU 40/1999 adalah memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supermasi hukum dan hak-hak asasi manusia, serta menghormati kebinekaan, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat akurat dan benar, mengawasi, mengeritik, mengoreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Dalam menjalankan fungsi dan perananya, media massa perlu dikelola dengan baik sesuai ketentuan dan menempatkan SDM profesional. Untuk itu,peningkatan kualitas SDM pers, perlu dilakukan pelatihan dan pendidikan yang memadai oleh internal perusahaan media maupun mengikuti diklat yang dilakukan organisasi profesi maupun pihak lainya seperti yang dilakukan sekarang ini.

“Jangan merasa sudah pintar sehingga merasa tidak perlu belajar,karena apapun yang akan wartawan tulis tentu memiliki konsekuensi. Maka itu, bijaklah memilih dan memilah,” katanya. (bersambung)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Advertisement

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

  TADI malam saya benar-benar kaget. Juga sangat berduka. Saat mengikuti tausyiah Prof Ahmad Thib Raya di Salama, saya menerima kabar duka itu. Saya...

CATATAN KHAS KMA

WARTAWAN senior Dahlan Iskan menulis skala kekecewaan pakar komunikasi yang juga pengajar Ilmu Jurnalistik, Effendi Gazali. Angkanya fantastis, 9.5 pada skala 0-10. Nyaris sempurna...

CATATAN KHAS KMA

HARI itu, Jumat 8 Oktober 2019. Saya menjadi narasumber workshop yang digelar Dewan Pers di Kota Bima. Bersama saya, ada Hendry Ch Bangun. Anggota...

CATATAN KHAS KMA

APAKAH saya harus senang? Ataukah sebaliknya? Entahlah! Tetapi begini: Waktu saya pertama membangun media di Bima, itu pada 21 tahun lalu, ada yang menyebut...

Berita

PADA awal Maret 2017, saya secara terbuka menyatakan mundur dari pengelolaan media massa BiMEKS Group ysng sudah saya bangun dari nol. Media yang saya...