KerisauanKetua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bima, HM. Taufikuddin Hamy, soal maraknya peredaran Narkoba yang meracuni generasi muda menarik dicermati. Kegelisahan moralitas itu ‘idem dito’ dengan suara hati publik. Betapa tidak, hampir setiap pekan pengungkapan kasus peredaran Narkoba menghiasi media massa di daerah ini. Kerisauan—atau apapun ekspresi yang sepadan dengannya—mesti dilanjutkan melalui ikhtiar kolektif mengatasinya.
Taufikuddin mengaku menangis baca koran Bimakini.com soal Polisi membekuk pengedar sabu. Itu artinya barang laknatullah masih ada di wilayah Kota Bima dan wajib memeranginya. Airmata bening ulama itu bisa dimaknai sebagai ekspresi tangisan umat. Ya, begitulah kondisinya. Bima yang dulu adem-ayem soal begituan, kini mewabah hingga merambah pelajar.
Keberhasilan aparat Kepolisian mengungkapnya patut diapresiasi. Meskipun kita meyakini hnaya sebagian kecil dari arus utama yang kini menjebak generasi muda. Kita berharap ada lompatan keberhasilan lagi pada masa mendatang sehingga mimpi Kota Bima bebas Narkoba mewujud.
Dibalik keberhasilan itu, sesungguhnya ada makna lain yang kian menegaskan posisinya. Bahwa Narkoba adalah ancaman serius yang sedang meliuk-membadai di depan mata jernih kita. Narkoba sudah jauh memasuki relung kesadaran (naif) remaja dan pemuda, sehingga menjeratnya hingga mengaburkan kecemerlangan masa depannya. Narkoba pula adalah musuh bersama (common enemy) yang mesti terus digelorakan bara semangat perlawanannya. Membiarkan sedikit saja celah untuk dimasuki, mesti berjudi dengan masa depan kaum muda.
Sekali lagi, kita prihatin karena Narkoba telah merambah akal sehat remaja hingga tergantung kepadanya. Tentu saja, kita tidak menginginkan muncul generasi ‘fly’ yang mengawangkan pikirannya di langit biru tanpa kuat menjejakkan kaki di bumi. Tidak ada yang bisa diharapkan banyak dari prototipe generasi seperti itu, malah menjadi beban serius bagi pembangunan.
Namun, tidak boleh berlepas tanggungjawab. Kondisi karut-marut mereka itulah yang menjadi tugas berat untuk mengatasinya. Tangisan ulama itu adalah titik balik kesadaran kita dalam ‘perang suci’ melawan Narkoba dan penyakit sosial lainnya. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.