Bima, Bimakini.com.- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMGK) Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima, memrediksi puncak musim kemarau akan terjadi Juli dan Agustus mendatang. Secara umum, kondisi cuaca saat ini tidak stabil, cenderung terjadi perubahan-perubahan mendadak.
Forcaster BMKG Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima, Surya Dharma Putra, mengatakan peralihan ke musim hujan akan terjadi sekitar September atau Oktober. Perubahan mendadak kondisi cuaca saat ini hanya bersifat lokal. “Perubahan sekarang ini cenderung bersifat lokal, kalaupun ada gangguan, itu terjadi karena perubahan unsur cuaca seperti di NTT dan Makasar,” katanya di BMKG, kemarin.
Dikatakannya, berdasarkan data dan pencatatan BMKG, secara umum ketinggian gelombang berkisar 2,5-3 meter, sedangkan keceapatan angin 30-40 per jam. Namun data tersebut sewaktu-waktu berubah dan hanya bersifat lokal. “Pada bagian Selatan Bima pernah tercatat ketinggian gelombang masuk level merah. Bisa dipastikan kalau kecepatan angin bertambah, maka secara langsung akan memengaruhi ketinggian gelombang,” katanya.
Dijelaskannya, udara dingin yang dirasakan saat malam atau siang terjadi karena pelepasan panas bumi secara besar-besaran dan tidak stabilnya mantel bumi, sehingga membentuk daerah temperatur rendah. Hal tersebut merupakan akumulasi dampak pemanasan global. “Dingin yang dirasakan saat malam, erat kaitannya karena tidak ada lapisan awan yang terbentuk melindungi bumi,” katanya.
Surya mengingatkan masyarakat agar mewaspadai ancaman banjir dan longsor saat peralihan musim kemarau mendatang. Sebab, saat musim kemarau, umumnya porositas dan struktur batu lebih kompak, sehingga kurang menyerap hujan. Kondisi itu, diperparah kondisi tanah yang tak mampu menyerap seluruh hujan. Contohnya, banjir bandang yang terjadi dan melabrak desa Karumbu, sejumlah desa di Belo dan Woha belum lama ini. Saat itu, curah hujan yang tercatat pada BMKG 65-70 mm.
“Ada dua bencana yang tak akan jauh-jauh dengan Bima, yakni banjir dan longsor. Ini yang perlu diwaspadai masyarakat terutama setelah puncak kemarau, biasaya struktur batu mengeras, sementara daya serap tanah juga menyerap, sehingga sangat berpotensi memicu banjir dan longsor,” katanya. (BE.17)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.