Bima, Bimakini.com.-
Puluhan massa yang diduga pendukung calon Kepala Desa Lewintana Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mengamuk dan merusak kantor desa setempat, Sabtu (14/7) sekitar pukul 17.00 WITA. Kasus itu diduga melibatkan pendukung calon yang kalah saat pemilihan. Ironisnya, kasus perusakan itu terjadi di depan aparat Kepolisian dan Polisi Pamong Praja (Pol PP).
Dalam Pilkades itu, Faisal yang mengusung tanda gambar pisang meraih 207 suara, Ibrahim (padi, 244), Budiman (jagung 150), Suaeb (kelapa, 65). Nah, Ibrahim memenangkan laga. Tiga calon dari Lewidewa, satu lainnya dari Lewintana.
Awalnya proses pemilihan hingga penghitungan suara berlangsung tertib dan aman. Satu truk anggota Kepolisian Resort Bima Kabupaten, Pol PP, dan sejumlah anggota TNI dari Koramil Soromandi mengawalnya. Namun, setelah penetapan pemenang Pilkades sekitar pukul 16.00 WITA, massa tiba-tiba mengamuk dan mulai melempari seluruh kaca bagian depan samping dan atap kantor. Ironisnya, aksi tersebut terjadi di hadapan Kapolsek Donggo, puluhan aparat Kepolisian dan Pol PP. Aksi itu sontak memantik perhatian pengendara dan warga lainnya untuk menonton.
Hingga pukul 16.10 WITA massa tetap beringas melempar bagian atap kantor dari kejauhan hingga seluruhnya hancur. Sekitar pukul 17.00 WITA massa mengakhiri aksi dan membubarkan diri, setelah tambahan personel Kepolisian tiba di tempat.
Untungnya tidak terjadi kontak fisik pascapemilihan. Hingga pukul 17.39 WITA, puluhan aparat Kepolisian berjaga-jaga sekitar lokasi kejadian.
Warga setempat, Rahmat Ferdiansyah mengaku, sebelum aksi perusakan kantor desa, memang sempat mencuat isu bakal ada aksi perusakan jika figur calon dari dusun Lewintana, lokasi kantor desa setempat tidak lolos pemilihan. “Anehnya aksi perusakan terjadi depan aparat Kepolisian. Padahal, seharusnya ada tindakan preventif dari aparat. Kalau pun tidak ingin kontak fisik mestinya sudah ada upaya dari sebelumnya, upaya persuasif,” sesalnya.
Menurutnya, mestinya harus ada kajian mendalam dari Pemerintah Daerah, jangan hanya mendorong pemekaran tanpa memikirkan imbas lain, walaupun sebelumnya desa Lewintana merupakan pemekaran dari desa Bajo Kecamatan Soromandi yang memiliki 10 dusun.
“Kami kuatir pemekaran yang bak hujan deras di Bima saat ini merupakan upaya pemerintah memerluas objek proyek. Kalau seperti itu malah masyarakat dirugikan. Jangan hanya ego dan kepentingan elit saja yang diutamakan, mestinya kepentingan masyarakat yang diutamakan,” katanya.
Pantauan Bimeks, hingga Minggu sore, garis larangan melintas masih terpasang pada lokasi kejadian. Namun, sejumlah anak-anak tetap memasuki bangunan kantor desa yang nyaris rubuh itu. Pascainsiden perusakan, suasana di desa Lewintana kondusif. Bagian depan, samping dan belakang tembok kantor tampak sudah jebol.
Sejumlah warga menuturkan perusakan itu terjadi Sabtu malam dan luput dari pengawasan aparat Kepolisian. Setelah mengetahui infomasi perusakan saat malam hari, aparat ke lokasi dan memasang garis larangan melintas (police line). (BE.17)
Keluarga Faisal Protes, Panitia Pastikan Sesuai Prosedur
KELUARGA peserta Pilkades Lewintana Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima menolak hasil pemilihan Kepala desa setempat, karena dinilai sarat ketimpangan. Sebelum proses pemilihan berlangsung, beberapa peserta diduga melancarkan politik uang (money politics).
Zubaidah, istri dari Faisal peserta Pilkades Lewintana, mengaku menjelang pemilihan sejumlah peserta melancarkan politik uang. Ironisnya, hal itu luput dari perhatian dan pengawasan panitia. Padahal, sepengetahuannya, sesuai ketentuan, seluruh peserta tidak boleh melancarkan politik uang. “Kami sudah ada saksi yang mengaku menerima uang 100 ribu, banyak orang terima uang. Padahal, kesepakatan sebelumnya tidak boleh menggunakan uang,” katanya di Lewintana, kemarin.
Diakuinya, seluruh keluarganya menolak hasil Pilkades, karena sarat ketimpangan dan lebih baik desa Lewintana dileburkan kembali dengan desa Bajo. “Percuma mekar kalau proses pemilihan saja pincang seperti ini, pokoknya kami minta agar Lewintana digabung kembali saja dengan desa Bajo. Kalau memang bisa politik uang, dari awal kami juga sudah berupaya seperti itu, “ katanya.
Pada bagian lain, Ketua Panitia Pilkades Lewintana, Syahbuddin, memastikan pelaksanaan pemilihan sudah sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku, seperti rujukan pelaksaan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bima Nomor 6 Tahun 2006 dan Peraturan Bupati Bima Nomor 7 Tahun 2007. “Semua sudah berlangsung normatif dan sesuai petunjuk. Jadi kalau dinilai sarat ketimpangan silakan saja, tapi pantia sudah bekerja sesuai aturan,” katanya di Lewintana kemarin.
Soal politik uang, menurut Syahbudin, hal itu bukan kewenangan panitia pemilihan, karena memang tidak ada tim pengawas. Hal itu merupakan salahsatu kelemahan regulasi yang mengatur Pilkades yang dibuat Pemerintah Daerah. “Kalau soal politik uang sejatinya hal itu harus menjadi kewenangan BPD (Badan Perwakilan Desa) yang mengatur bagaimana teknik pengawasan, tapi memang tidak diatur dalam regulasinya,” katanya.
Mengenai peluang Pilkades ulang, menurutnya, sangat kecil. Sesuai ketentuan dan regulasi, pemilihan ulang hanya dimungkinan muncul perolehan suara sama. Jika pun terjadi kekurangan atau kelebihan suara dari daftar pemilih tidak memungkinan pemungutan ulang. “Saya rasa peluang pemilhan ulang itu sangat kecil,” katanya.
Dikatakannya, sesuai hasil rekapan, dari total pemilih 680 orang, 14 di antaranya dinyatakan batal, sisanya tiga orang abstain. “Memang saat pengumuman dan penetapan pemenang sempat terjadi kendala, entah karena sabotase atau bagaimana karena pengeras suara di lokasi pemilihan tiba-tiba mati. Tapi, kami sudah umumkan langsung tanpa pengeras suara dan itu sudah dibuatkan berita acaranya,” katanya. (BE.17)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.