Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Empat Latihan Perbaikan Diri dalam Berpuasa

Oleh: Musthafa Umar, S. Ag

Ramadan sudah memasuki fase  kedua, yakni sepuluh hari kedua. Bagian ini disebut fase maghfiroh (ampunan). Ampunan Allah SWT atas dosa-dosa yang telah kita perbuat dimasa lampau. Hal ini telah tergambarkan dalam hadits Rasululullah SAW, “barangsiapa yang berpuasa Ramadan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menjadi spirit kita semua bahwa  berpuasa dilakukan dengan keimanan. Mudah-mudahan kita semua telah mampu dan mendapat fase Rahmat dengan baik, sehingga kita bisa melanjutkan ke fase selanjutnya, yakni fase maghfiroh.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Maghfirohatau pengampunan, kita akan dapatkan setelah melalui fase pertama dari tanggal 1 sampai dengan 10 Ramadan, yakni fase Rahmat. Antara fase-fase  itu merupakan satu kesatuan. Maksudnya, jika kita berharap Maghfiroh, maka harus melalui Rahmat dulu, namun sebaliknya, jika Rahmat tidak kita dapatkan secara langsung Maghfiroh juga tidak kita dapatkan. Karena puasa adalah ibadah sebulan penuh, siang dan malam. Jika siang kita menahan agar tidak batal puasa dan pahala puasa, namun malam kita harus menahan untuk tidak melakukan hal-hal yang membatalkan pahala puasa.

      Jika kita batal puasa, mungkin bisa kita ganti di lain hari setelah bulan Ramadan usai. Namun tentu dengan syarat membatalkan tidak dengan sengaja. Akan tetapi, hal-hal yang membatalkan pahala puasa, seperti memfitnah, menggunjing, ghibah, sumpah palsu, bohong, dusta dan memandang wanita (laki-laki) dengan syahwat adalah bisa  terjadi tidak hanya siang namun juga malam hari. Maka kalau itu kita lakukan, tidak ada pahala atau ganjaran yang kita dapatkan dari puasa kita. Hadits Nabi mengatakan, “Berapa banyak orang yang berpuasa, cuma mendapatkan haus dan dahaga saja”.

Oleh karena itu, puasa betul-betul menjadi bulan latihan. Adapun kesimpulan saya dalam puasa ada empat macam latihan yang kita lakukan. Latihan inilah yang nantinya setelah kita keluar dari bulan Ramadan, diharapkan semakin mampu dan mahir untuk melakukan apa yang pernah kita latihan dalam puasa ini.

Pertama, Latihan menjadi Fakir dan Miskin. Menahan tidak makan dan minum dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari adalah bentuk melatih diri sosial. Artinya melatih diri mengetahui, bagaimana penderitaan kaum fakir miskin yang kadang makan satu hari, tidak dua hari. Nah, kita oleh Allah SWT hanya dilatih tidak makan Cuma siang hari saja, akan tetapi mereka para fakir miskin itu, tidak makan siang dan malam.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Dari itu, nanti  setelah puasa berlalu, kepedulian sosial ini hendaknya terlatih betul dan terwujud dalam bentuk pengeluaran zakat, shadaqah dan infaq. Zakat fitrah ataupun zakat maal (harta) jika telah sampai pada nisab dan haulnya wajib untuk dikeluarkan. Karena di dalam harta kita, ada hak-hak fakir misin yang harus diberikan sebagai penyucian harta kita. Harta kita tidak akan pernah suci dan berkah jika belum dikeluarkan zakatnya. Nanti zakat ini akan diberikan kepada mereka yang membutuhkan, dalam al-Qur’an terdapat delapan (8) golongan penerima.

Nah, kalau kembali pada latihan kita, tentang bagaimana rasa tidak enaknya lapar dan haus, tentu kita tidak segan-segan untuk mengeluarkan zakat dari harta kita, tanpa ditagih oleh BAZ (Badan Amil Zakat) sebagai amil dalam hal ini.

 

Kedua, Latihan Sabar. Kesabaran kita akan benar-benar diuji dalam bulan puasa. Manakala memuncak emosi karena lapar dan dahaga, maka di sanalah kesabaran itu dibuktikan. Apakah kita mampu mengendalikan emosi kita apa tidak, kita harus cepat-cepat kembali ingat bahwa kita sedang berpuasa sehingga emosi kita reda dengan sendirinya. Kesabaran juga tanpak pada saat kita akan berbuka puasa, sebelum kumandang adzan tanda waktu maghrib tiba yang menjadi tanda boleh berbuka, maka kita belum boleh memakan atau minum hidangan yang tersedia di hadapan kita, walaupun sebenarnya itu sudah menjadi hak milik kita.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Andaipun kita memakan dan meminum hidangan di depan kita saat itu, tidak ada orang yang akan melarang kita. Namun, di sinilah kesabaran itu dibuktikan. Di samping memupuk rasa iman (percaya) terhadap Allah SWT yang selalu memantau dan melarang berbuka sebelum waktunya. Sabar juga dengan tuntutan ibadah yang harus dikerjakan, misalkan tarawih delapan ataun dua puluh rakaat, membutuhkan kesabaran karena setiap malam dan butuh sedikit tenaga ekstra. Demikian halnya sahur, saat kita mungkin masih menngantuk, namun karena sunnah, haruslah kita bangun sahur, berniat puasa sambil menunggu waktu Subuh tiba.

Dalam kehidupan, berbuka bisa diaplikasikan pada kepemilikan atas sesuatu. Jika memang bukan hak kita, maka tentu kita tidak boleh untuk menyentuh, apalagi mengambilnya, sebelum benar-benar menjadi milik kita (berbuka). Hubungan percintaan antara cowok dan cewek misalnya, hendaknya kita bisa sabar tidak menyentuh pasangan kita sebelum benar-benar boleh (berbuka) pada saat akad nikah di depan penghulu. Mereka yang di kantor tentu tidak akan berani berbuat korup, mengambil yang bukan haknya untuk kepentingan diri sendiri. karena iman (kepercayaan) kita kepada Allah SWT yang Mahamelihat, Mahamendengar dan Mahamengetahui apa yang kita perbuat, walau manusia tidak ada yang mengetahuinya.

Ketiga, Latihan Kedisiplinan. Saat puasa waktu mesti  diperhatikan, apalagi saat-saat berbuka dan imsak. Karena Rasulullah menyunahkan kita menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Sehingga jam akan selalu kita ingat, kapan waktunya berbuka dan imsak.  Nanti setelah puasa, harus terbukti hasilnya, bahwa kedisiplinan dalam segala hal harus nyata. Termasuk waktu ibadah, kerja dan sebagainya usahakan disiplin waktu, sebagai dampak hasil dari kita berpuasa saat ini.

Saya kira tidak ada salahnya menerapkan kedisiplinan. Tidak akan menjadi miskin ataupun kurus orang yang disiplin. Justru apabila kita tidak disiplin, malah menimbulkan dosa bagi orang lain, karena dengan kita tidak bisa tepat waktu menjadi bahan pembicaraan.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

       Dalam hal waktu, orang Barat mengatakan, “waktu adalah uang”, orang Arab bilang, “waktu laksana pedang”. Namunm bagi saya, waktu adalah untung- rugi. Jika kita memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, maka kita akan beruntung, namun sebaliknya jika kita tidak memanfaatkannya maka rugilah kita dan yang timbul malah penyesalan. Karena sesuatu kadang terjadi hanya sesaat dan tidak bisa terulang kembali. Allah SWT malahan sampai bersumpah dengan waktu, dalam surat al-‘Ashr, “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran”.

Keempat, Latihan Kebersamaan. Dalam budaya Indonesia, mungkin kita sudah paham istilah gotong-royong, ataupun pribahasa, “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Ada nilai kebersamaan di sana yang termuat. Nah, puasa nilai itu kian tumbuh untuk kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Saat berbuka puasa misalnya, di seantero dunia ummat Islam secara bersama-sama melakukan hal yang sama yakni berbuka. Dalam satu keluarga, mungkin selain bulan Ramadan kita jarang kumpul makan dan minum bersama keluarga. Kita banyak menghabiskan waktu makan kita di kantor atau rumah makan. Namun, kebersamaan saat berbuka bersama keluarga adalah kebahagiaan tersendiri.

Demikian halnya makan sahur dan shalat tarawih. Memang kita bisa melakukan shalat tarawih sendiri, namun kurang enak terasa jika tidak bersama-sama masyarakat di masjid. Jama’ah shalat tarawih atau shalat-shalat di bulan Ramadhan terasa lebih banyak dibandingkan dengan jama’ah di luar bulan Ramadan. Apalagi nanti saat shalat ‘Idul Fitri, kebersabaan itu semakin terasa, dimana keluarga yang jauh di rantau terkadang menyempatkan diri untuk mudik lebaran ke kampung halaman bersama keluarga. Tiada lain yang mereka cari, adalah nilai kebersamaan yang menimbulkan kebahagiaan. Dan di luar bulan Ramadan nanti, diharapkan nilai kebersamaan ini harus ditumbuhkembangkan semakin kuat.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

      Misalkan jika kita melihat tetangga yang kurang mampu, maka rasa peduli sesama harus muncul, sehingga kita tidak segan untuk membantu mereka. Kebersamaan dalam membangun negeri tercinta ini juga penting, tidak menghabiskan energi untuk saling menyalahkan satu dan yang lainnya.

Sungguh begitu mulianya bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah dan penuh pelajaran yang berarti untuk kehidupan kita selanjutnya. Semoga puasa kita lancar sampai Idul Fitri menjelang dan berharap bertemu dengan bulan puasa yang akan datang. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

 

Penulis adalah Penyuluh Agama Islam di Kemenag Kota Bima dan Sekretaris Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam Kota Bima

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Peristiwa

Bima, Bimakini.- Massa yang mengatasnamakan Forum Masyarakat Kae Kecamatan Woha, membakar ban di tengah jalan, tepatnya jalur terminal Tente, Kamis (6/10/2016). Mereka juga sempat...

Hukum & Kriminal

Kota Bima, Bimakini.com.- Perilaku pemuda sekarang ini semakin liar asaja. Saat bulan Ramadan, masih ada sebagian dari pemuda yang  doyan mengonsumsi Narkoba jenis sabu....

Hukum & Kriminal

Bima, Bimakini.com.- Warga RT 01 Dusun Pali Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima, Selasa siang, mendadak heboh.  Ibu rumah- tangga desa setempat, Aisyah, diberi...

Politik

Dompu, Bimakini.com.- Fondasi dari conflict governance dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) damai adalah kesadaran demokrasi. Artinya mekanisme demokrasi akan berjalan efektif dan menjadi...

Olahraga & Kesehatan

Kota Bima, Bimakini.com.- Arif Rahman, petenis muda berbakat lebih dulu memastikan diri mewakili NTB di kancah multi even Pekan Olah Raga Nasional (PON) Jawa...