(H. Abubakar Usman, BA)
Barangsiapa yang merasa gembira karena datangnya bulan Ramadan, maka Allah haramkan jasadnya disentuh api neraka (Al-Hadits). Begitu rahmat, magfirah dan barakahnya bulan suci Ramadan, sehingga yang senang saja dengan kehadirannya dijanjikan seperti itu.
Hadits lain juga Nabi mengatakan bulan Ramadan itu sahrum mubaarakah atau shahrun adjim. Mengapa dikatakan seperti itu? Karena pada bulan Ramadan segala kebaikan itu berkumpul mendatangi orang yang berpuasa, segala doa diterima, dan taubat kita diterima.
Namun, yang paling penting mengapa Allah memerintahkan puasa kepada umat manusia karena di dalam diri kita ini ada dua alat komputer yang diciptakan oleh Allah sebagai penggerak dan penentu dari kehidupan kita. Apakah itu? Yakni akal dan nafsu. Akal diciptakan untuk mengajak dan mengarahkan manusia kepada kebaikan, sedangkan nafsu selalu mengajak kepada kejahatan dan kehinaan.
Oleh karena itu Allah memerintahkan manusia berpuasa guna meredam keinginan hawa nafsu dari perbuatan angkara murka, dari perbuatan yang dilarang. Ada lagi yang lebih hebat adalah puasa dapat mengobati, mencuci, menyetrika nafsu kita agar memiliki sifat sabar. Namun, banyak juga yang berpuasa tetapi tidak sabar menahan emosinya, bahkan saling berantam antara satu dengan lainnya.
Ketidaksabaran ini tidak mengenal siapa, tetapi sebenarnya bergantung pada kemampuan masing-masing orang itu sabar menghadapi ujian. Bayangkan saja ada anggota DPRD Kabupaten Bima berantam saat berpuasa, siswa SMA juga berantam dan adu jotos. Kita pertanyakan apakah mereka tidak berpuasa atau mereka tidak mengetahui hakikat puasa adalah mendidik, melatih kesabaran.
Salahsatu contoh kita disiapkan menu yang enak untuk berbuka, tetapi sebelum jam berbuka kita tetap sabar menahan diri agar tidak mencicipi makanan itu. Berarti kita sabar menunggu waktu berbuka.
Orang yang tidak sabar itu seperti yang disabdakan Rasulullah berapa banyak orang yang berpuasa, tetapi mereka tidak mendapatkan pahala puasa kecuali hanya lapar dan dahaga. Hal itu terjadi karena tidak mampu menahan hawa nafsu. Atau mereka berpuasa, tetapi puasanya baru pada tingkat puasa orang awam hanya sekadar menahan lapar, sedangkan puasa khusus dan istimewa belum diperoleh mereka.
Kata Imam Al Ghazali, puasa awam itu menahan lapar, haus, dan berjima pada siang hari dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Puasa khusus adalah mampu menahan mata, telinga, mulut dari sesuatu yang dilarang Allah.
Puasa istimewa yakni puasa hati kita, kalbu kita dari sifat-sifat yang tidak baik, seperti sifat iri, dengki, hasad, namiman, dan hibah, dan lainnya. Oleh sebab itu dengan didikan Allah melalui media puasa ini setelah selesai dijiwai hingga sebelas bulan berikutnya.
Penulis adalah Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Bima.
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.