Kota Bima, Bimakini.com.- Alih fungsi lapangan Pahlawan Bima menjadi lokasi berjualan, disayangkan sebagian warga Kota Bima. Seperti yang disampaikan H. Abdul Majid. Dia tidak setuju terhadap kebijakan Pemerintah Kota Bima yang membangun lokasi berjualan di tempat tersebut.
Apalagi, lapangan Pahlawan setiap tahun digunakan sebagai tempat melaksanakan shalat Idul Fitri dan Idul Adha, juga berbagai kegiatan upacara. “Dengan dibangunya tempat berjualan yang permanen menyebabkan lapangan menjadi sempit, apalagi sebelumnya ada bangunan tugu dan taman,” ujarnya di Penaraga Rabu (14/8).
Imam Masjid Raya Baitul Hamid Raba ini mengingatkan agar pemerintah melakukan kajian mendalam sebelum membangun sesuatu agar tidak ada bangun-bongkar seperti yang kerap terjadi selama ini.
Anggota Komisi B DPRD Kota Bima Anwar Arman, SE, menilai kebijakan pemerintah Kota dengan membuat lapak permanen menyebabkan ruang publik menjadi sempit. Banyak ruang terbuka yang telah berubah fungsi jadi taman dan lokasi perdagangan.
Katanya, pemerintah tidak harusnya semata memikirkan keuntungan atau PAD terhadap pembangunan yang dilakukan, tetapi mengabaikan estetika dan tataruang. Padahal, bagi suatu kota, ruang terbuka itu untuk ekspresi dan berbagai kegiatan masyarakat harus disediakan dan dipertahankan.
“Hal yang terjadi sekarang semuanya dijadikan taman dan bangunan,” tambahnya.
Dia mencontohkan Paruga Nae dan lapangan Pahlawan Raba. Dikuatirkannya nanti suatu saat lapangan Merdeka juga akan dialih fungsikan jadi mall atau pusat kegiatan usaha lainnya.
Menanggapi sorotan itu, Kepala Dinas Koperindag Kota Bima, Drs. M. Farid, M.Si, membantah melakukan alih fungsi lapangan Pahlawan Raba. “Kita hanya melakukan penataan pedagang agar tempat itu tidak kelihatan kumuh,” katanya.
Apalagi, ada isu yang berkembang jika tenda yang dibuat dijadikan sebagai tempat mesum. Untuk kegiatan keagamaan seperti shalat Idul Fitri, Idul Adha, upacara dan kegiatan masyarakat lainya tidak akan terganggu. “Niat kita adalah agar lokasi itu tertata rapi. Kegiatan lain tetap bisa dilakukan,” ujarnya.
Pembangunan lapak untuk pedagang tidak menghabiskan biaya Pemkot Bima, tetapi merupakan dana hibah dari pemerintah sebesar lebih dari Rp300 juta, sehingga lebih dari 40 pedagang di tempat itu bisa memepatinya. “Lagi pula lapak permanen itu kita bangun diluar lapangan, sehingga tidak mengubah fungsinya sebagai fasilitas publik,” ungkapnya.
Lapak dibuat terbuka, sehinggga tidak bisa digunakan untuk tempat tinggal dan aktifitas lain selain berjualan. Kepada pedagang tidak ditarik biaya sepersen pun. Kecuali uang kebersihan, listrik dan keamanan yang nantinya dikelola oleh koperasi.
Dia meminta pada para pedaganh tidak percaya jika ada orang yang meminta sejumlah uang dengan mencatut nama Wali Kota atau dirinya agar bisa menepati los lapak tersebut. “Pada pedagang kita tekankan untuk tidak menjadikan tempat itu sebagai tempat tinggal dan aktivitas lain,” ujarnya. (BE.14)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.