Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Merdeka adalah Bebas dari Belenggu Rezim Kapitalisme

Oleh: Syech Fathurrahman

Bangsa yang kuat dan besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.

Persis seperti 67 tahun silam, hari Proklamasi Kemerdekaan RI tahun ini bertepatan dengan bulan Ramadhan. 17 Agustus 1945 saat itu juga bertepatan denganhari Jumat. Para pendiri negara ini memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di hari Jumat suci dan saat  bulan Ramadhan suci pula, bulan diturunkannya al-Qur’an pada tanggal 17 Ramadhan. Angka 17 juga sesuai dengan bilangan raka’at shalat 5 waktu sehari-semalam yang berjumlah 17 raka’at. Pemilihantanggal 17 sebagai Hari Proklamasi bukan karena faktor kebetulan melainkan atas qudrah dan irodah Allah SWT, demikian tegas Bung Karno.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Soekarno-Hatta adalah rahmat terbesar bagi bangsa yang mentalnya hancur akibat dijajah selama 350 tahun. Bung Karno, satu-satunya manusia Indonesia yang meraih 26 gelar Doktor Kehormatan Honoris Causa dari berbagai Universitas terkenal dalam dan luar negeri itu, sepanjang hidupnya hanya membangun mentalitas dan rasa percaya diri rakyat demi mengangkat harkat dan martabat bangsa sejajar dengan negara-negara lain di dunia. Diikatnya kebhinekaan ratusan suku bangsa di seluruh kepulauan nusantara ini dengan ideologi Pancasila yang secara filosofis, saripatinya berarti gotong-royong.

Ideologi pemersatu itu kemudian diterjemahkan oleh Bung Hatta dalam konsepsi ekonomi koperasi demi mengelola sumberdaya alam Indonesia yang kaya raya ini. Ideologi gotong-royong dan prinsip kebersamaan dalam ekonomi koperasi sesungguhnya sejalan dengan nilai dan ajaran Islam yang mengutamakan prinsip jama’ah dan distribusi kekayaan agar tidak terjadi penumpukan kekayaan pada sekelompok orang saja. Inilah sesungguhnya fundamental yang dapat menjamin kelanggengan kehidupan berbangsa dan bernegara dari negara republik yang baru merdeka itu.

Bangsa ini memproklamasikan kemerdekaannya saat suasana perang dingin antara Soviet yang komunis dengan Amerika yang kapitalis. Pertarungan duaideologi besar di dunia saat itu tentu tidak disadari oleh kebanyakan rakyat Indonesia yang mayoritas petani, nelayan dan buruh yang buta huruf. Apalagi untuk memahamidan membedakan berbagai istilah asing dari konsepsi ideologis yang lahir di berbagai penjuru dunia saat itu: Marxisme, Marhaenisme, Komunisme, Sosialisme, Leninisme, Maoisme, Kapitalisme, Liberalisme, Nasio-sosio demokrat, PAN Islamisme, dsb.

Dalam kebutahurufan mayoritas rakyat Indonesia itulah kita membangun negara ini, sehingga meski berkali-kali Bung Karno mengingatkan ancaman imperialisme, rakyat tetap meng-amini perlakuan rezim Orde Baru yang memenjarakan Bung Karno, pahlawan bangsa dan pendiri negara ini; lalu membuka lebar-lebar untuk masuknya ideologi kapitalisme yang kita anut sampai hari ini. Untukmelicinkan jalan kapitalisme, Orde Baru mengharamkan rakyat mempelajari ideologi Sosialisme, Marhaenisme ciptaan Bung Karno. Hingga Orde Reformasi sekarang ini pun sejarah dan pemikiran-pemkiran Bung Karno tidak diajarkan di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Bagaimana negara ini akan menanamkan nasionalisme tanpa mengenalkan secara mendalam dan utuh tentang sejarah perjuangan dan pemikiran ideologis para Proklamator Negara ini? Selain ideologi Marhaenisme ciptaan Bung Karno juga terdapat beberapa ideologi lainnya yang lahir pada awal kemerdekaan, yakni Murbaisme dan Marhamisme. Ideologi terakhir inilah yang selanjutnya akan dijadikan pijakan berfikir.

* * * *

Ideologi merupakan ruh bagi suatu negara yang memberikan arah kemana negara itu harus dibawa. Ideologi tidak dapat dipisahkan dari negara. Ketika ideologi tercerabut dari negara sertamerta negara itupun mati tak berdaya.

Profesor Buya HAMKA dalam buku Tafsir AL-AZHAR juz ke-30, menguraikan, Marhamisme adalah ideologi hasil pemikiran Ulama dan Politikus Sumatera Barat, bernama Darwis Ta’ib yang digulirkannya pada tahun 1947. Ideologi Marhamisme dari kata MARHAMAH, terinspirasi dari ayat 17-18 surah al-Balad:(17)Kemudian, adalah dia termasuk orang-orang beriman dan saling mengingatkan tentang kesabaran dan saling mengingatkan tentang hidup saling mengasihi.(18) Mereka itulah orang-orang dari golongan kanan (penghuni surga),

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Menurut Darwis Ta’ib, yang telah mendalami sosialisme dan merupakan salah satu kader penting dari Bung Hatta, bahwa surah Al-Balad adalah pondasi kuat dari ajaran “Keadilan Sosial” yang bersumber dari wahyu.Dalam surah al-Balad tersebut, Allah SWT mendidik manusia untuk memperdalam iman dan menempa mentalitas hamba-Nya agar sanggup menempuh jalan yang mendaki lagi sukar (‘Aqabah):Dalam surah Al-Balad: 11-16, Allahberfirman: (11) Tetapi tidak ditempuhnya jalan yang mendaki yang sukar;(12) Tahukah engkau, apakah jalan yang mendaki yang sukar itu?; (13) (ialah) melepaskan belenggu perbudakan; (14) atau memberi makan pada hari kelaparan;(15) (memelihara) anak yatim yang ada hubungan kerabat; (16) atau orang miskin yang telah bertanah.

Orang dididik memperdalam iman dan menempuh jalan mendaki dan sukar (‘Aqabah), berkorban mengeluarkan harta benda dan tenaga untuk:

1)    Memberantas segala macam perbudakan, eksploitasi/pemerasan manusia terhadap manusia lainnya

2)    Memberi makan pada saat orang sangat memerlukan makanan dan kebutuhan air bersih untuk minum

Iklan. Geser untuk terus membaca.

3)    Memelihara anak-anak yatim dan terlantar

Semua itu hanya terjadi bila timbul dari keimanan dan keyakinan sebagai Muslim, yang masyarakatnya dibentuk oleh jama’ahnya sendiri. Yaitu jama’ah yang hidup dalam gotong-royong, hidup saling mengingatkan tentang kesabaran dan supaya selalu hidup dalam berkasih sayang, bantu membantu. Tolong menolong; itulah yang dinamai hidup dalam masyarakat MARHAMAH. Dalam konsepsi ideologisnya menjadi MARHAMISME.

Sayang sekali, karena perhubungan se-Indonesia belum lancar saat itu, ditambah pergolakan politik yang begitu dahsyat dan Darwis Ta’ib pun mulai terganggu kesehatannya. Beliau wafat sebelum doktrin ideologi MARHAMISME yang digalinya dari surah al-Balad ini tersiar jauh, kecuali hanya populer di Sumatera Barat mengalahkan popularitas ideologi Marhaenisme dan Murbaisme. Selanjutnya pergolakan politik semakin dahsyat dan rezim barupun datang mengharamkan seluruh ideologi yang bernafaskan sosialisme dan digantikan dengan indoktrinasi ideologi Pancasila. Lebih dari itu, mereka yang berhaluan sosialis dicap sebagai “ekstrim kiri”, sedang yang berhaluan Islam dicap sebagai “ekstrim kanan”.

Akibatnya, makna ‘Ashabul Maimanah’ atau ‘ashabul Yamin’ yang berarti golongan kanan (penghuni surga) dalam ayat 18 surah al-Balad menjadi kabur maknanya. ‘Ashabul Maimanah’ yang seharusnya menjadi ‘penghuni surga’ itu malah dijadikan Tahanan Politik dan menjadi “penghuni penjara”.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Indoktrinasi ideologi Pancasila melalui berbagai Penataran P-4 oleh rezim orde baru tidak lebih sebagaipolitik pencitraan belaka. Pancasila hanyalah sebagai kulit luarnya saja, sedangkan penjabarannya dalam berbagai udang-undang dan kebijakan sarat bermuatan liberalisme-kapitalisme. Salah satunya UU no. 4/2009 tentang swastanisasi sumber daya alam tambang dan mineral. Juga UU no 7/2004 yang jelas mencerminkan kapitalisasi air bersih. Padahal,air merupakan hajat hidup orang banyak seharusnya menjadi tanggung-jawab pemerintah untuk mencukupi kebutuhan air bersih bagi rakyatnya. Konsep ekonomi Pancasila yang dimaknai sebagai ekonomi kerakyatan pun dalam kenyataannya adalah ekonomi neo-liberalisme yang berorientasi kepada pasar bebas dan kapitalisme global.

Dalam konsep neo-liberalisme, negara tidak memiliki peran untuk mengendalikan harga-harga melainkan ditentukan oleh pasar. Sedang pasar dikendalikan Pengusaha. Sehingga negara ini sesungguhnya dikendalikan pengusaha. Padahal Allah SWT dalam mengawali surah al-Balad tidak bersumpah atas nama “PENGUSAHA” melainkan atas nama “NEGARA”. “Aku bersumpah, demi negeri ini”, (QS. Al-Balad: 1).

Betapa pentingnya arti dan peran sebuah negara, sampai-sampai Allah SWT merasa perlu bersumpah atas nama AL-BALAD atau Negara. Negara-lah yang mampu menjamin terselenggaranya keadilan sosial, terbinanya moralitas religius dan mentalitas umat yang superior bukan mentalitas bangsa terjajah yang inferior-rendah diri, sehingga Allah pun meletakkan Negara/Negeri di tempat tertinggi dan terhormat dengan mengabadikannya sebagai nama Surah dalam al-Qur’an, yakni al-Balad.

Wajah Indonesia sekarang ini adalah buah dari pemasungan ideologi, manipulasi sejarah dan pengkebirian demokrasi secara sistemik selama 32 tahun oleh rezim Orde Baru lalu demi kelangsungan ideologi kapitalis yang berbajukan Pancasila. Negara dalam pandangan liberalis-kapitalis merupakan alat untuk menjamin kebebasan setiap individu. Setiap warga negara bebas menguasai apa saja yang ada di dunia ini, bahkan gunung emas pun bebas dikuasai asalkan punya modal (kapital) dan legal.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Mungkinkah Indonesia yang masih agraris ini menganut kapitalisme sebagaimana ideologi negara-negara industri maju, seperti Amerika, Australia, Kanada, Jepang, Inggris dan lainnya di Eropa? Kesemua negara industri maju itulah yang menguasai seluruh gunung emas serta lautan minyak bumi dan sumur gas kita selama ini. Padahal,seluruh sumberdaya alam itulah modal kita membangun Indonesia menjadi negara industri. Akibatnya hingga hari ini Indonesia tidak kunjung menjadi negara industri yang menyediakan banyak lapangan kerja. Perbudakan bukan diberantas malah dilestarikan dengan mengirimkan ratusan ribu TKI/TKW untuk diperbudak di negeri orang namun disematkan kepada mereka tanda jasa “Pahlawan Devisa Negara”.

Mungkinkah Indonesia yang mayoritas muslim ini menganut sekulerisme seperti halnya negara-negara kapitalis Amerika, Australia, Kanada, Jepang dan negara-negara maju Eropa yang memandang agama sebagai penghambat mesin-mesin industri dan derak roda kapitalisme global? Itulah sebabnya tidak ada Departemen Agama di negara-negara libelaris-kapitalis dan sekuler. Adapun di Indonesia hingga hari ini bereksperimen mengawinkan idelogi kapitalisme dengan agama, terutama Islam. Karena hukum Islam telah menjadi hukum yang hidup menyatu di masyarakat sehingga Islam tidak bisa secara total dipisahkan dari konsepsi negara sekuler.

Antara ideologi kapitalisme dan Islam sesungguhnya bertolak belakang satu sama lain secara prinsipil. Akibatnya, negara pun dalam mengambil keijakan politik menjadi bersikap ambivalen terhadap Islam. Sedang dalam pembangunan hukum, terjadi banyak benturan stelsel hukum positif dengan hukum Islam meski sebagai hukum tidak tertulis namun merupakan hukum yang hidup di masyarakat.

Generasi Islam Indonesia hari ini, termasuk Bima, adalah generasi yang lahir dari rahim hasil“perkawinan liar” ideologi liberalis-kapitalis dengan Islam. Sebuah negara berpenduduk mayoritas muslim dengan peradaban Islam yang tengah kehilangan jati diri: moderen tidak, Islami juga tidak.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Dulu, kaummuda Bima menjadikan al-Qur’an sebagai barometer dalam pergaulan, namun kini anak-anak Bima setingkat SMA dan mahasiswa bahkan untuk mengaji Ali-Ba’-Ta’ pun sudah terbata-bata. Pemerintah pun merasa perlu mencanangkan program Pembumian al-Qur’an dan menggelontorkan dana milyaran bagi tumbuhnya gairah membaca al-Qur’an. Sayangnya, para orangtua tidak lagi menjadikan kepandaian membaca al-Qur’an sebagai syarat perkawinan melainkan yang terutama adalah NIP (Nomor Induk Pegawai). Ditambah dunia pendidikan dan orangtua terus mendidik anak-anaknya berorientasi menjadi pegawai negeri sehingga bermentalitas pencari kerja. Bukan menanamkan mentalitas kewira-usahaan yang mampu menciptakan lapangan kerja.

Kemanakah puluhan ribu sarjana dan pencari kerja yang setiap tahun lahir di Bima ini semua akan disalurkan? Padahal, Bima bukanlah daerahindustri yang menyediakan aneka lapangan kerja dengan banyak pilihan selain menjadi pegawai pemerintahan. Peran manakah yang akan dimainkan pemerintah dalam menerjemahkan ayat 14 surah al-Balad:‘atau memberi makan pada hari kelaparan’. Pernyataanini tentu tidak dimaksudkan Allah hanya secara harfiah: ‘memberi makan’, atau konteksnya menjadimemberikan Raskin, Bantuan Tunai Langsung, Subsidi, dan lainnya. Sampai dimana ujungnya program karitatif tambal-sulam seperti itu ditempuh pemerintah? Maka ayat diatas harus dimaknai secara luas dengan konteks memberi rakyat pekerjaan. “Jangan berikan ikan!Tapi berilah kail/pancing”, demikian ungkapan motivasi yang akrab di telinga kita.

Begitulah peran fundamental Balad (negara) dengan ideologi sebagai nyawanya. Memasuki era pasar bebas saat ini, pendidikan generasi muda kita haruslah mari mulai diarahkan kepada pembentukan generasi qur’ani yang bermental tangguh menempuh jalan sukar mendaki (‘aqabah) dan tidak berorientasi pegawai/pencari kerja melainkan berjiwa kewira-usahaan Islami, para pencipta lapangan kerja yang mensejahterakan sesama.

Ideologi kapitalis dengan ekonomi neo-liberalisme yang dianut negara ini telah menjadikan pemerintah nyaris tidak punya peran selain layaknya “Satpam” penjaga asset pengusaha. Penjaga malam yang hanya duduk ongkang-ongkang kakimenunggu setoran pajak yang tidak lebih dari 5-10persen. Padahal, jika sumberdaya alam ini dikelola secara Syari’ah Islam (seperti Malaysia) yang menggunakan sistem bagi hasil: ½, 1/3 atau ¼ atau 50persen, 65-75persen, tentulah bisa dibayangkan betapa kaya-raya dan makmur sejahteranya umat Islam Indonesia. Apalagi,NTB yang primadona ekonomi daerahnya bertumpu pada pertambangan.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Dari pesta demi pesta demokrasi yang kita bangun dengan ‘money-politicsselama ini sambil terus berharap lahirnya pemimpin nasional maupun lokal yang mampu membawa perubahan, sementara kita lupa bahwa para eksekutif tersebut hanyalah pelaksana dari Undang-Undang yang mengamanatkan ideologi “kapitalisme” dan ekonomi Liberal. Ideologi kapitalisme itu umumnya masuk melalui partai-partai yang berideologi terbuka. Sebaliknya partai-partai Islam meski berideologi Islam namun ujung-ujungnya berkoalisi dan minta jatah menteri. Itulah kenapa 13 tahun reformasi tidak kunjung membawa perubahan.

Selama 67 tahun merdeka dari penjajahan, tetapi kita tidak kunjung punya pendirian: Ada angin Timur, kita lari ke Blok Timur yang berideologi sosialis, selama 20 tahun pertama. Berhembus angin Barat, kita lari ke Blok Barat yang berideologi kapitalis hingga sekarang ini berarti ini sudah 46 tahun. Padahal, hampir setiap hati kita membaca surah an-Nur tentang cahaya Allah Islam itu: ‘Laa syarqiyah wa laa ghorbiyah’: tidak ke timur dan tidak pula ke barat. 67 tahun merdeka kita hanya sibuk menguji-cobakan ideologi negara lain tanpa pernah bersungguh-sungguh ingin menggali dan menerapkan ideologi yang setiap hari kita baca minimal 5 kali sehari-semalam, yakni: al-Qur’an, karya Sang Maha Pencipta Ideologi.

Penulis adalah Kepala Seksi Penamas Kantor Kemnag KabupatenBima

 

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Jalan-jalan

Tulisan ini merupakan bagian awal dari kisah yang lebih panjang tentang perjalanan Syahrir Idris menjelajah desa dan kota, pedalaman, dan pesisir Amerika. Selain itu, bunga...

Politik

Dompu, Bimakini.com.- Fondasi dari conflict governance dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) damai adalah kesadaran demokrasi. Artinya mekanisme demokrasi akan berjalan efektif dan menjadi...

Politik

Bima, Bimakini.com.- Hingga kini, Panitia Pengawas Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bima belum menerima salinan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) pasangan calon Bupati dan...

Pendidikan

Kota Bima, Bimakini.com.- Satu lagi yang membanggakan bagi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Kota Bima, tahun ajaran baru 2015 ini akan menerima program Fulbright...

Peristiwa

Kota Bima, Bimakini.com.- Pemerintah Kota (Pemkot) Bima memastikan akan memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi  generasi muda untuk berekspresi menyalurkan setiap kemampuannya, tanpa dibatasi sedikit...