Bima, Bimakini.com.- Sejumlah petani garam di Kabupaten Bima mengeluhkan minimnya perhatian pemerintah terhadap produksi dan penjualan garam. Saat ini, harga garam semakin anjlok dan tidak seperti yang diharapkan petani.
Padahal, harga yang ditawarkan tidak sebanding dengan kucuran keringat selama proses produksi.
Petani garam di Desa Donggobolo, Abubakar, mengatakan, selama ini harga jual garam bergantung keinginan pembeli dan petani tidak bisa berbuat apa-apa. Seharusnya, ada standar harga minimum yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima agar petani merasakan ada peningkatan kesejahteraan bagi petani garam.
“Kalau harga ditentukan oleh pembeli dan pasar, jelas petani tidak bisa berbuat apa-apa, tentu nasib petani garam kian terpuruk,” ujarnya di lokasi tambak garam, Donggo Bolo, Selasa (14/8).
Sejak dulu, kata Abubakar, harga jual garam tidak pernah stabil. Biasanya, harga sedikit naik saat musim hujan. Namun, tidak terlalu lama karena dalam beberapa hari kemudian turun secara perlahan. Saat ini, harga garam per karung, kira-kira isi 50 kilogram yakni Rp10 ribu.
Padahal, beberapa minggu sebelumnya harganya mencapai Rp25 ribu per karung. “Kami tidak tahu sampai berapa harga jual garam akan terus turun. Inilah yang menjadi kendala bagi kami petani garam,” keluhnya.
Hal senada dikeluhkan Muhtar, petani garam lainnya. Hal yang diinginkan petani adalah perhatian pemerintah agar harga garam lebih stabil. Sebenarnya, petani bisa saja menghasilkan kualitas garam yang lebih bagus dengan warga yang lebih putih.
“Namun, bagaimana kita mau menghasilkan kualitas garam yang bagus jika pemerintah juga tidak mau peduli dengan kami,” katanya.
Dia mengharapkan Pemkab Bima membuat kebijakan yang berpihak kepada petani garam agar kehidupannya lebih meningkat lagi. (BE.13)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.